ABDULLAH FIKRI ASHRI/CORNELIUS HELMY/SAMUEL OKTORA
·5 menit baca
Dibuka dengan pemilihan kepala daerah serentak 2018, pesta demokrasi dimulai lagi di republik ini. Kabar bohong jadi bumbu pahit yang masih muncul di tengah warga yang apatis. Saatnya pandai pilah pilih pemimpin masa depan.
Diskusi di rumah Ruswan Tosin (66) di Kelurahan Paledang, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (25/6/2019), berakhir jelang senja. Di ujung acara, dia dan rekan-rekan sepakat, menu utama yang bakal disiapkan saat pencoblosan Pilkada Kota Bandung dan Jawa Barat adalah adalah sayur asem dengan ayam goreng. Tidak hanya untuk disantap anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) setempat, tetapi juga petugas KPU Kota Bandung dan Jabar hingga aparat keamanan.
”Total ada puluhan porsi. Makanannya dibuat sendiri oleh warga,” kata Ruswan, yang tahun ini didaulat menjadi Ketua KPPS 03 Paledang.
Sayur asem dana ayam goreng jelas bukan hal utama yang dibicarakan Ruswan dan kawan-kawan sore itu. Hal vital seperti sarana prasarana dan logistik pencoblosan sudah dibicarakan lebih dulu. Namun, meski terlihat sepele, Ruswan yakin menu makanan itu bakal jadi salah satu jembatan damai saat perbedaan politik kembali terjadi.
Ia menyebutkan, pesta demokrasi bukan sekadar menang kalah. Bagi warga, ajang ini justru jadi perayaan kerukunan. Perbedaan berujung perpecahan tak pernah mendapat tempat di Paledang.
”Apa pun pilihannya, menang atau kalah, bukan yang utama. Beda itu biasa,” lanjutnya.
Ruswan tidak asal bicara. Perbedaan sudah lama jadi energi menghidupkan di sana. Jangankan berbeda pandangan politik, pilihan berhubungan dengan Ilahi tumbuh dalam keberagaman sejak lama.
Di sana, tiga rumah ibadah berdiri berdampingan. Masjid Al-Amanah berada sangat dekat dengan Wihara Giri Metta dan Gereja Pantekosta. Tahun ini, upaya menjaga damai itu diakui Pemerintah Kota Bandung. Pada Mei 2018, kampung ini ditetapkan sebagai kampung toleransi. Harapannya, keteladanan warga setempat jadi inspirasi bagi masyarakat lainnya.
”Saya tinggal di sini lebih dari 40 tahun, tidak ada perpecahan. Kami yakin, makan bersama setelah semua proses pilkada ini usai bisa mencairkan suasana. Untuk apa bertengkar hanya karena beda pilihan politik,” tutur Ketua RW 002 Paledang Rini Ambarwulan (62).
Semangat serupa dipupuk Hesti Setiani (30), warga Cirengot, Kelurahan Sukamulya, Kecamatan Cinambo, Kota Bandung. Sejak beberapa bulan terakhir, ia rajin mempromosikan kepada warga agar memilih pemimpin amanah, sekaligus mencegah kabar bohong menyesatkan warga. Tahun ini, ia lebih leluasa menyuarakan hal itu saat terpilih jadi anggota KPPS Cirengot.
”Saat menyebar formulir C6 dan mengirimkan surat undangan mencoblos, saya selalu titip pesan kepada warga. Hindari kabar bohong. Jangan sebarkan informasi tertentu bila sumber datanya tidak pasti,” ucapnya.
Bekal itu tak datang tiba-tiba. Hesti mendapatkan ilmunya di Taman Baca Masyarakat Sukamulya pimpinan Nonih Suarsih. Beberapa tahun terakhir, Hesti jadi relawan di sana. Dia mendampingi siswa pendidikan usia dini, pendampingan program kesetaraan, hingga rajin ikut pelatihan internet sehat.
”Dari awalnya minim informasi, kami jadi tahu berperilaku yang benar di internet. Sembarangan buat status saja bisa dipidana penjara,” kata Hesti.
Nonih mengatakan, pilkada kali ini menjadi ujian selanjutnya dari banyak yang telah dipelajari warga. Dia yakin, ragam pemaparan semangat literasi mulai dari membaca, menulis, hingga membuat film pendek bakal membuat warga jauh lebih berhati-hati menentukan pemimpin masa depan.
”Kabar bohong jadi penyakit yang berbahaya. Kemudahan teknologi mudah merusak masyarakat bila informasi yang diterima tidak dipilah,” kata Nonih.
Teknologi
Pemilih pemula di Cirebon, Jabar, juga tak ingin ketinggalan. Lewat video dan meme di media sosial, mereka berkarya selagi muda.
”Milih-milih batur penting. Apo maning milih pemimpin (Memilih teman penting, apalagi memilih pemimpin)”.
Pernyataan berbahasa Cirebon tersebut dibuat Candra (17) dalam sebuah meme bertema Pilkada Jabar 2018. Karyanya jadi pemenang lomba meme yang digelar KPU Kabupaten Cirebon.
Siswa SMKN 1 Kedawung, Cirebon, tersebut tidak hanya mengajak masyarakat, terutama anak muda, untuk menggunakan hak pilihnya. Ia juga menyinggung sifat apatis pemilih pemula yang tidak menganggap ajang demokrasi tersebut penting.
”Teman-teman saya banyak yang bilang, percuma memilih kalau hasilnya tidak benar. Ada juga yang memilih karena diminta keluarganya,” ujar Candra.
Keprihatinan itu yang membuatnya mantap ikut lomba pembuatan video dan meme tersebut. Meme bergambar tangan dengan bekas tinta pencoblosan itu beredar di Instagram dan sudah disukai puluhan akun.
Karya video berisi ajakan agar tidak menyebar kabar bohong dan ujaran kebencian juga mendapat lebih dari seratus tanda like. Tagar #wanimilih (berani memilih) juga beredar di media sosial.
”Pelajari para calon pemimpinnya, lalu pilihlah dengan hati,” katanya.
Joyo Lukman Ma’ruf (15), warga Plered, Kabupaten Cirebon, juga melakukan hal serupa. Meski belum cukup umur untuk memilih, ia belajar memilah informasi yang tepat sejak dini. Dia yakin, berita yang viral belum tentu benar.
Hal itu diwujudkan dengan membuat video untuk menghindari kabar bohong, termasuk ancaman hukuman pidananya. Video itu dibuat akhir 2017 dalam pelatihan pemanfaatan media sosial oleh Jingga Media, organisasi nirlaba yang bergerak di bidang media, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Videonya ditonton 79 kali di Youtube.
”Untuk tahu kabar bohong atau bukan, saya bandingkan dengan informasi di media arus utama yang tepercaya. Hal seperti ini ingin saya informasikan kepada masyarakat agar mereka bisa melakukan hal serupa,” katanya.
Bagi warga di kampung toleransi dan literasi di Bandung serta anak muda di Cirebon, pengalaman mengajarkan segalanya. Menang kalah jelas bukan yang utama. Masih banyak hal penting dari sekadar terpuaskan jagoannya menang pilkada. Hidup damai dalam perbedaan jadi sumber perjuangan untuk Indonesia yang lebih baik.