SAMOSIR, KOMPAS Setelah dua hari menggunakan jangkar yang dipasang di kapal kayu, Rabu (27/6/2018), pencarian Kapal Motor Sinar Bangun mulai menggunakan pukat harimau. Pukat harimau dipasang di dua feri, yakni kapal motor penyeberangan (KMP) Sumut I dan Sumut II.
Teknik itu dinilai lebih efektif. Namun, lamanya pemasangan alat penangkap visual di dalam air atau remotely operated vehicles (ROV) yang bisa memotret benda dengan kedalaman lebih dari 500 meter membuat pencarian belum optimal.
Kepala Subdirektorat Pengerahan Potensi dan Pengendalian Operasi Basarnas Agus Haryono mengatakan, ROV baru datang Rabu pukul 01.00 dan dipasang teknisi pada pagi hari. ”Kami baru bisa berangkat siang. Penggunaan pukat harimau lebih efektif. Besok, kemungkinan akan digunakan metode yang sama dan mulai lebih pagi,” katanya.
Sejak pagi, ROV milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) disiapkan Basarnas. Alat-alat itu diletakkan di kapal motor (KM) Dosroha 05.1. Kapal tersebut beroperasi pada pukul 12.45, dipimpin Kepala Basarnas Marsekal Madya M Syaugi. Adapun jaring pukat harimau, yang didatangkan dari Medan dan Sibolga dengan tali sepanjang 1 km, disiapkan di KMP Sumut I dan Sumut II.
Setelah mendapat instruksi dari kapal pengangkut alat, dua feri bergerak ke titik yang diduga bangkai kapal, pukul 16.15. Para nelayan yang diikutsertakan dalam pencarian menurunkan pukat harimau pada pukul 18.15. Feri melaju, menarik jangkar.
Pukul 19.20, saat kondisi gelap, tim SAR gabungan, antara lain terdiri dari polisi, TNI, Basarnas, serta sejumlah nelayan di KMP Sumut I, menarik tali pukat harimau. Namun, saat baru ditarik separuh, tali menyangkut. Hingga pukul 20.00, feri yang berada di posisi 3 mil (4,8 km) dari Tigaras itu terhambat lajunya.
Menurut Galungan, nelayan asal Sibolga yang ikut dalam pencarian, biasanya saat melaut, tali pukat harimau yang digunakan sepanjang 200 meter itu digunakan di kedalaman 80 meter. Namun, untuk pencarian KM Sinar Bangun, tali disiapkan sepanjang 1 km untuk menjangkau kedalaman lebih dari 500 meter.
Menurut Galungan, pemberat pukat berupa besi dengan berat sekitar 500 kilogram yang digunakan masih kurang berat.
”Tujuannya, kan, untuk menjangkau dasar danau, tetapi tadi terlihat masih mengambang. Selain karena kondisi danau yang sangat dalam, besi pemberat yang digunakan sepertinya masih kurang berat,” katanya.
Sekitar pukul 20.30, feri mulai bisa melaju normal ke arah Pelabuhan Tigaras. Kondisi cuaca cukup berangin, tetapi ombak tidak terlalu tinggi. Alat pukat harimau serta tali sepanjang sekitar 500 meter masih berada di bawah kapal. Hingga Rabu malam, belum ada informasi apakah pencarian akan dilanjutkan pada Kamis (28/6) ini.
Keluarga bertanya
Rabu siang, sejumlah keluarga korban berkumpul di depan feri di Pelabuhan Tigaras. Mereka menanyakan perkembangan pencarian oleh tim SAR gabungan lantaran masa pencarian sudah 10 hari. Pihak Basarnas memberi penjelasan bahwa tim telah melakukan segala upaya untuk menemukan korban.
”Mulai hari ini (Rabu) kami menggunakan alat yang bisa memotret hingga kedalaman 500 meter. Begitu ada tanda, feri yang dilengkapi jaring akan langsung bergerak. Kami mohon kesabaran dan doa agar pencarian berjalan baik. Kami bekerja secara terpadu agar pencarian optimal,” kata Direktur Operasi Basarnas Bambang Suryo.
KM Sinar Bangun tenggelam di perairan Danau Toba, dalam perjalanan dari Pelabuhan Simanindo ke Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun, Senin (18/6). Hingga Rabu malam, 164 orang dilaporkan masih hilang, 21 selamat, dan 3 tewas.
Jalur hukum
Sejumlah organisasi masyarakat sipil di Sumatera Utara menyatakan akan membawa dan mengawal tragedi tenggelamnya KM Sinar Bangun ke jalur hukum.
Kelompok yang disebut Kita Danau Toba (Kitado) itu mendesak pemerintah serius memperhatikan serta membenahi sistem dan fasilitas transportasi publik agar mengutamakan keselamatan penumpang. Hal itu diperlukan mengingat tragedi KM Sinar Bangun bukan yang pertama kali terjadi di Danau Toba.
Koordinator Kitado Rocky Pasaribu mengatakan, langkah yang mereka lakukan merupakan upaya warga untuk memperbaiki sistem pelayaran di Danau Toba. Sejauh ini beberapa keluarga korban telah menyatakan bergabung dengan Kitado.(DIT/WSI)