MUKOMUKO, KOMPAS - Tim gabungan masih menyelidiki temuan bangkai gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) betina liar berusia sekitar 20 tahun yang membusuk di wilayah hutan produksi Air Teramang, Desa Retak Mudik, Kecamatan Sungai Rumbai, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu. Kematian diduga terjadi karena konflik dengan manusia.
Kepala Subbagian Tata Usaha Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bengkulu Suharno saat dihubungi, Minggu (1/7/2018), mengatakan, bangkai gajah pertama kali ditemukan warga yang mencium bau busuk di sebuah perkebunan sawit yang berjarak sekitar 3,5 kilometer dari Taman Nasional Kerinci Seblat, Kamis (28/6) malam. Keesokan harinya, tim pun masuk ke lokasi kejadian. Namun, jalan berlumpur dan kondisi cuaca yang buruk membuat tim tak bisa menembus jalan menuju lokasi temuan gajah mati.
Baru pada Sabtu, tim bisa masuk ke lokasi dan memeriksa bangkai itu. Hasilnya menunjukkan gajah diduga mati sejak 21 Juni 2018 atau satu minggu sebelumnya. Saat ditemukan, lanjut Suharno, kondisi bangkai gajah sudah rusak dan hancur karena diduga sudah dimakan oleh sejumlah satwa liar. Beberapa bagian, seperti gigi bagian kiri dan dua caling, tidak ada. Bahkan, rahang terpisah sekitar 3 meter dari bangkai. ”Kemungkinan rahang dibawa oleh satwa seperti biawak, atau satwa lain,” ujarnya.
Di dekat bangkai gajah juga ditemukan kotoran dan jejak kaki kelompok gajah liar serta dua pondok kebun yang hancur yang diduga akibat kelompok gajah liar tersebut. ”Namun, penyebab pasti kematian gajah masih diselidiki,” kata Suharno.
Pemeriksaan forensik
Kasus ini diselidiki oleh tim gabungan yang terdiri dari BKSDA Bengkulu, polisi kehutanan, dokter hewan, dan Polsek Sungai Rumbai. Tim juga melakukan pemeriksaan forensik veteriner dengan mengambil 14 sampel dari hasil bedah bangkai.
Sejumlah organ dalam, seperti hati, paru-paru, otak, dan isi lambung, diambil sampelnya. ”Dilakukan juga pemeriksaan DNA dan pemeriksaan makropis untuk dibawa ke laboratorium untuk mendiagnosis penyebab kematian satwa,” ujarnya.
Namun, dugaan sementara kematian gajah betina ini akibat konflik kawanan gajah dengan manusia. Dugaan itu
muncul karena bangkai gajah berada di perkebunan sawit
milik warga. Bagi warga, gajah dianggap perusak perkebunan sawit. ”Tunas muda pohon kelapa sawit menjadi makanan bagi gajah. Tak heran, saat kawanan gajah datang, puluhan hektar lahan perkebunan masyarakat bisa rusak,” ujar Suharno.
Erni Suyanti, dokter hewan yang menangani gajah liar
yang tewas itu, memprediksi waktu kematian gajah itu dengan mencocokkan dengan keterangan sejumlah warga sekitar yang melihat kawanan gajah masuk ke dalam kebun tersebut pada hari yang sama. Di sekitar lokasi juga terdapat dua pondok kebun yang diduga dirusak oleh kawanan gajah berjumlah 6-18 ekor. ”Kondisi gajah sudah mulai membusuk. Bagian rahang sudah terpisah dari tubuh. Kami juga menemukan gigi bagian kiri dan dua caling sudah tidak ada,” ungkap Erni.