Waspadai Lontaran Batu dan Lava Pijar Erupsi Gunung Agung
Oleh
Ayu Sulistyowati
·2 menit baca
KARANGASEM, KOMPAS — Gunung Agung kembali meletus beberapa kali sejak Senin (2/7/2018) hingga Selasa pagi tadi. Potensi bahaya primer dari erupsi Gunung Agung yang paling mungkin terjadi adalah berupa lontaran batu atau lava pijar serta jatuhan pasir/abu lebat di dalam ataupun luar kawah.
Potensi itu terjadi pada Senin (2/7/2018) pukul 21.04 Wita dengan lontaran sejauh 2 kilometer. Selanjutnya, erupsi susulan sebanyak tiga kali. Erupsi setinggi 2.000 meter dan abu dengan intensitas lebih rendah terjadi pada Selasa (3/7/2018) pukul 04.13 WITA dan 09.28 WITA. Letusan susulan dengan lontaran sejauh 500 meter terjadi pada 09.46 WITA.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi mengimbau warga di sekitar lingkar Gunung Agung tidak panik. Status Gunung Agung masih Siaga artinya radius bahaya dianggap masih 4 kilometer. Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi status jika ancaman radiusnya melebihi 4 kilometer.
”Saat ini, risiko ancaman masih di 4 kilometer. Abu vulkanik yang masih menjadi atensi karena erupsi-erupsi membentuk kolom abu sehingga sebaran abu perlu diwaspadai. Soal lontaran lava atau batu pijar masih di dalam 4 km. nanti jika sudah sampai warga baru evaluasi lagi,” kata Devy.
Hingga Selasa siang, total pengungsi yang tercatat di Badan Penanggulangan Daerah Karangasem sekitar 1.500 orang. Mereka mengungsi karena mendengar dentuman sangat keras dan pijar memerah.
Menurut Devy, penyebaran abu akibat erupsi Gunung Agung bergantung pada arah dan kecepatan angin. Abu vulkanik jika tertahan di udara juga dapat mengancam keselamatan penerbangan.
Potensi terjadinya aliran lava ke luar kawah masih rendah karena lava saat ini mengisi kurang dari setengah volume kawah. Terdapat skenario di mana kubah lava dapat dilontarkan keluar kawah dan membentuk aliran piroklastik (awan panas) tetapi kemungkinan untuk itu terjadi saat ini masih rendah karena pembangunan tekanan di dalam tubuh Gunung Agung belum signifikan. Estimasi potensi bahaya terus dilakukan secara berkala mengikuti perkembangan data pemantauan, dan dapat berubah sewaktu-waktu.