PALANGKARAYA, KOMPAS - Baen, orangutan jantan berumur 20 tahun, ditemukan mati di kanal sebuah perusahaan sawit. Dari dalam tubuhnya ditemukan tujuh peluru. Pihak kepolisian didesak untuk mengusut tuntas dugaan pembunuhan dan penganiayaan satwa liar yang dilindungi tersebut.
Berdasarkan hasil otopsi, orangutan ini mati seminggu sampai dua minggu lalu. Terdapat bekas luka akibat terkena benda tajam pada kaki, tangan, dan punggung, termasuk adanya tujuh peluru di tubuhnya.
Petugas juga mendapatkan adanya bekas jerat atau ikatan tali pada kaki sebelah kiri. Selain itu, jempol kaki sebelah kiri hilang, perut dan leher juga berlubang. ”Kami mengutuk keras tindakan ini. Kami menduga ini pasti penganiayaan. Harus ditindak tegas,” kata Direktur Lapangan Orangutan Foundation Indonesia (OFI) Fajar Dewanto, di Palangkaraya, Rabu (4/7/2018).
Bangkai orangutan ini ditemukan pekerja di kebun sawit yang lalu melaporkan kepada karyawan OFI yang berjarak sekitar 5 kilometer (km) dari lokasi penemuan mayat di Desa Tanjung Hanau, Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah, Senin (2/7) sore.
Karyawan OFI bersama petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah serta Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) bersama beberapa perwakilan perusahaan turun ke lokasi. Orangutan itu mengapung di sebuah kanal dalam kondisi membusuk. Kanal itu berada di Blok R 31 milik PT Wana Sawit Subur Lestari (WSSL) II, Kabupaten Seruyan. Petugas mengevakuasi orangutan tersebut untuk diidentifikasi.
Fajar menjelaskan, tempat penemuan orangutan hanya 7,8 km dari lokasi Taman Nasional Tanjung Puting, Kabupaten Kotawaringin Barat. Menurut dugaannya, orangutan itu merupakan kelompok yang pernah dipindahkan karena habitat yang rusak.
”Setiap orangutan yang direhabilitasi atau ditranslok (pindah) itu pasti kami beri cip. Nah, kami periksa cipnya ada, lalu kami cocokkan dengan peralatan, ternyata benar, orangutan ini namanya Baen,” kata Fajar.
Fajar menyatakan, Baen dipindahkan dari lokasi PT WSSL II karena pembukaan lahan. Ia dipindah pada September 2014 ke kawasan konservasi yang tak jauh dari lokasi penemuan mayat.
”Saat kami temukan bangkainya, masih ada dua alat berat yang sedang bekerja membuka lahan. Baen ini orangutan jantan. Tipikalnya itu menjelajah untuk mencari makanan dan mencari pasangan, jadi mungkin saja ia kembali ke tempat sebelumnya,” kata Fajar.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng Adib Gunawan menyatakan, pihaknya bersama tim penegakan hukum masih di lokasi untuk mengumpulkan informasi dan bukti-bukti. ”Kami ke lapangan untuk melakukan langkah-langkah hukum sesuai dengan prosedur yang ada,” ujar Adib.
Kabid Humas Polda Kalteng Ajun Komisaris Besar Hendra Rochmawan menjelaskan, pihaknya sudah turun ke lokasi untuk mengumpulkan informasi dan keterangan. ”Sudah ada laporannya, sedang kami tangani,” ujarnya. Di Kalimantan Timur, kasus kematian dua orangutan di Kutai Timur, dua tahun lalu, belum terungkap karena tidak ada saksi melapor.
Manajer Perlindungan Habitat Centre for Orangutan Protection (COP) Ramadhani mengaku agak putus asa karena kasus itu seakan ”jalan di tempat”. Hasil otopsi COP menunjukkan cukup bukti bahwa kematian dua orangutan pada Mei 2016 itu tidak wajar. ”Sekarang, ada kejadian serupa di Kalteng. Sebenarnya ini momentum agar kasus di Kaltim kembali jadi perhatian,” kata Ramadhani.