SEMARANG, KOMPAS - Majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Kamis (5/7/2018), memvonis bebas terdakwa Windi Hiqma Ardani, Direktur PT Sofia Sukses Sejati, dalam dugaan kasus perdagangan orang ke Malaysia. Putusan ini dinilai tak adil dan bisa jadi preseden buruk penanganan kasus serupa. Atas vonis itu, jaksa mempertimbangkan kasasi.
Putusan hakim yang membebaskan terdakwa jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dengan hukuman 6 tahun penjara dan ganti rugi bagi korban sebesar Rp 1,1 miliar subsider 2 bulan penjara. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Dalam putusan yang dibacakan majelis hakim dengan ketua Pudjiastuti Handayani, perbuatan terdakwa dinyatakan tidak memenuhi unsur pidana. Terdakwa sebagai direktur perusahaan pengerah tenaga kerja sudah menaati prosedur pengiriman pekerja wanita ke Malaysia. Jika kemudian diketahui pekerja wanita itu ditempatkan di perusahaan lain, terdakwa dianggap tidak mematuhi perjanjian kerja. ”Untuk kesalahan penempatan pekerja wanita itu hukuman telah dijalani terdakwa dengan perusahaan telah diberi sanksi administrasi, yakni larangan tiga bulan beraktivitas oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,” ujar hakim.
Sidang vonis digelar setelah sempat tiga kali ditunda. Dalam sidang kemarin hadir pula sejumlah buruh migran yang jadi korban dalam kasus itu. Mereka berasal dari Weleri, Kendal.
Kejadian bermula saat terdakwa bersama stafnya mencari calon buruh migran yang akan dipekerjakan di Malaysia. Mereka pergi ke sekolah-sekolah, khususnya SMK, dan menawarkan pekerjaan itu. Sejumlah calon tertarik dan melamar. Setelah melalui serangkaian prosedur administrasi, mereka diberangkatkan ke Malaysia.
Kepada para calon pekerja, terdakwa menjanjikan dipekerjakan sebagai operator produksi di PT Kiss Production Food Trading di Malaysia dengan gaji RM 900 hingga RM 1.000. Namun, di Malaysia, mereka tak dipekerjakan di PT Kiss, tetapi di PT Maxim dengan upah sekitar RM 300.
Tyas (23), salah satu saksi korban, mengaku sejak awal sudah ditipu. ”Sampai di Malaysia, nyatanya saya bekerja di rumah sarang burung walet. Jam kerjanya pun tidak sesuai perjanjian. Saya kerja hingga larut malam,” tuturnya. Mereka ditangkap imigrasi Malaysia dan ditahan selama 21 hari, kemudian dideportasi ke Indonesia.
Anggota JPU Kejaksaan Negeri Semarang, Zahri Aeniwati, mengatakan, sejak awal pihaknya merumuskan kasus itu sebagai perdagangan manusia. ”Namun, hakim ternyata punya pandangan lain. Kami akan berkonsultasi dengan Kejaksaan Agung guna mengajukan kasasi,” ucapnya. (GRE/WHO)