Lupakan dulu lukisan kubisme ala Picasso. Abaikan Matisse yang menggores kanvas ala fauvisme. Lukisan alam hutan ekosistem Semenanjung Kampar jauh lebih indah daripada mahakarya para genius itu. Goresan Ilahi tersebut membentang luas, mencipta gabungan gaya naturalis, realis, dan terkadang memunculkan impresionis gaya Monet ketika air berkecipak di sungai hutan asri nan hening.
Hari masih remang-remang ketika Kompas bergerak dari peraduan. Perjalanan menyusuri Sungai Serkap di tengah hutan konsesi proyek Restorasi Ekosistem Riau (RER) Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau—bagian grup Asia Pacific Resource International Limited— Kamis (7/6/2018) pagi itu, diputuskan berperahu kecil bermesin yang biasa dipakai tim jagawana.
Menyibak Sungai Serkap berair gelap merah kecoklatan adalah pilihan tepat melihat hutan asri itu dari dekat. Aliran air selebar 20-30 meter sering menyempit sampai 2 meter karena tumbuhan pandan batang berduri—warga lokal menyebut rasau—rapat menutup muka air.
Edy Suprayitno, Manajer Estate RER, sebelum berangkat memberikan arahan singkat agar penumpang memakai rompi pelampung dan mewaspadai goresan daun rasau. ”Satu lagi, jangan memasukkan tangan ke air. Buaya,” kata Edy. Waswas muncul.
Namun, niat bertualang menembus hutan gambut tropis terluas di Pulau Sumatera itu sudah bulat. Perjalanan itu pasti bakal sepadan.
Benar saja. Perahu bergerak lima menit, mata disuguhi indahnya alam pagi, tepat saat sinar mentari menerobos pepohonan hutan. Di sebuah tikungan aliran sungai yang melebar, garis sinar mentari jatuh terlihat menembus kabut sisa-sisa embun pagi.
Ketika cahaya semakin terang, bayangan tumbuhan di air sungai gambut memunculkan lukisan alam mahadahsyat. Perpaduan warna berbagai pohon berdaun hijau, kuning, dan merah dengan daun rasau terkulai ke air, merajut kesatuan alam yang utuh.
Air sungai gambut yang menghitam menjadi cermin besar memantulkan gambar alam di atasnya. Itulah yang membedakan keindahan hutan rawa gambut dengan hutan alam biasa.
Di air gambut tenang, bumi menjadi kembar identik. Gambar pepohonan dan semak di bagian atas bumi direfleksikan ke air membentuk bayangan terbalik.
Kicauan burung-burung menyedot sanubari jauh ke alam. Muhammad Iqbal, ahli ekologi RER, sigap memberi informasi jenis burung hanya dari kicauannya. Keindahan dan atraksi alam liar itu menyejukkan hati.
Nyoman Iswarayoga, RER External Affairs Head yang semula hanya memandangi pepohonan di atas, mulai mengabadikan foto-foto paduan bayangan air gambut dan pepohonan di atasnya. ”Kami sedang membangun kamp dan sarana prasarana lain untuk mempersiapkan lokasi ini sebagai obyek riset dan wisata khusus,” katanya. Hutan rawa gambut itu belum untuk umum.
Menuju lokasi
Untuk transportasi menuju lokasi dapat ditempuh jalan darat sekitar 3 jam dari Kota Pekanbaru menuju Teluk Meranti—lokasi wisata unggulan Riau, yang menyuguhkan fenomena unik alam, yaitu ombak Sungai Kampar yang disebut bono. Nantinya, menikmati bono dan hutan alam gambut adalah paduan paket wisata unik dan menantang.
Setelah menikmati bono di Teluk Meranti, akses menuju hutan alam gambut ada dua. Pertama, menyeberang Sungai Kampar menuju Jetty Keladi, dermaga muatan kayu PT RAPP. Dari dermaga, perjalanan darat dilanjut menuju hutan restorasi. Kedua, dari Teluk Meranti langsung menggunakan perahu menyusuri Sungai Kampar dan berbelok menuju aliran Sungai Serkap.
Keindahan ekosistem rawa gambut Semenanjung Kampar tak hanya dapat dinikmati dengan menyusuri sungai. Dari atas, lukisan pemandangan alam tak kalah dahsyat. Terdapat enam danau indah yang dalam bahasa lokal disebut tasik. Lima danau sudah bernama: Tasik Zamrud, Tasik Serkap, Tasik Besar Serkap, Tasik Belat, dan Tasik Sangar. Satu tasik paling kecil belum bernama.
Selain pemandangan tasik, ada hamparan hutan alam utuh. Tajuk pepohonan aneka warna menyatu rapat seluas mata memandang. Tak salah jika disebut itulah hamparan hutan terbaik di Riau, di antara hutan-hutan rusak dan luluh lantak dirambah.
Ekosistem Semenanjung Kampar (ESK) merupakan kawasan hutan seluas 675.000 hektar yang seluruhnya rawa gambut. Hamparannya membentang 70 kilometer utara ke selatan dan 110 km barat ke timur dari wilayah Kabupaten Pelalawan sampai Siak.
Kawasan inti ESK dalam pengelolaan Taman Nasional Zamrud (28.000 ha), Suaka Margasatwa Tasik Belat (2.529 ha), SM Tasik Serkap (6.900 ha), SM Tasik Besar Serkap (3.200 ha), dan konsesi Restorasi Ekosistem Riau (130.000 ha). Adapun areal sekelilingnya atau zona penyangga dikelola perusahaan hutan tanaman industri (HTI) grup Riau Andalan Pulp and Paper dan sedikit grup Sinar Mas di timur.
Kawasan inti hutan alam dikelilingi benteng HTI jadi simbiosis pola penjagaan hutan alam yang baik di Riau. Nyaris tak dirambah karena lokasi ESK berada di tengah-tengahnya.
Kepala Operasional RER Brad Sanders mengatakan, ESK adalah hutan alam terjaga. Hutan itu habitat ribuan spesies fauna dan satwa liar. Di hutan RER saja diidentifikasi 724 kelompok flora dan fauna. Ditemukan 70 spesies mamalia, 300 burung, 107 amfibi dan reptil, 112 pohon, serta 40 nonpohon. Sebanyak 48 spesies di dalamnya terancam punah, termasuk harimau sumatera dan trenggiling.
ESK diakui BirdLife International, The International Union for Conservation of Nature (IUCN), Wildlife Conservation Society (WCS), dan World Wide Fund for Nature (WWF). Kajian WCS dan WWF, ESK area penting burung (2004), biodiversivitas (2006), dan konservasi harimau (2007). Perkiraan WCS dan WWF, ESK dapat mendukung kehidupan 50 harimau.
”Hutan ini sangat penting dan harus direstorasi,” kata Brad. Sayangnya, tidak seluruh kawasan ESK benar-benar terjaga utuh.
Di timur di batas Selat Malaka terdapat hutan Desa Segamai dan Serapung yang luluh lantak akibat pembalakan liar. Belum ada tindakan hukum atas perusakan hutan desa pertama di Riau itu.
Kini, para pihak di dalam ESK harus sepakat menjaga hutan sebaik-baiknya. Atau bibit kerusakan di timur itu membesar, merenggut sepotong nirwana tersisa di dunia.