BANJARNEGARA, KOMPAS — Petani kentang dan warga di Dataran Tinggi Dieng, terutama di Desa Karangtengah, mengandalkan air di Telaga Mardada untuk menyirami tanaman kentang dan kebutuhan air sehari-hari. Ratusan warga memompa air dari Telaga Merdada dengan menggunakan mesin pompa air selama musim kemarau.
”Sudah sejak sebulan lalu kami mengambil air dari telaga ini karena hujan sudah tidak turun. Untuk itu, perlu solar sekitar 4 liter untuk menyalakan mesin sejak pukul 07.00 sampai pukul 16.00,” kata Kabid (45), warga Desa Karangtengah, Minggu (8/7/2018), di Telaga Mardada, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah.
Kabid mengatakan, mesin pompa air dan mesin diesel bertenaga 100 PK dibeli dengan harga mencapai Rp 17 juta. Selain itu, dia juga mengeluarkan biaya pembuatan wadah atau tempat pelindung mesin dari pelat besi dengan harga Rp 600.000. ”Pelat besi ini dipasang agar mesin tidak dicuri orang,” tuturnya.
Telaga Merdada, kata Kabid, memiliki luas mencapai 60 hektar dan tidak pernah kering meski kemarau melanda sepanjang tahun. ”Kami bersama-sama menjaga telaga ini. Salah satunya penyedotan air hanya dilakukan dari pagi hingga sore hari,” tuturnya.
Yeyen (23), petani kentang lain, juga mengatakan, ia memakai air dari Telaga Merdada untuk menyirami tanaman kentang miliknya. ”Selain untuk menyiram kentang, warga di 10 RT di Desa Karangtengah juga memakai air untuk minum,” kata Yeyen.
Sementara itu, Umar (35), petani kentang di Desa Dieng Kulon, memanfaatkan air sumur untuk menyirami tanaman kentangnya. ”Sumur ini dalamnya 8 meter. Kalau tidak ada hujan, saya pakai air sumur ini,” tutur Umar.
Kepala Desa Dieng Kulon Slamet Budiyono menyampaikan, warga di Desa Dieng Kulon dan Dieng Wetan juga memanfaatkan air dari Telaga Balekambang. ”Telaga Balekambang ini dalamnya mencapai 15 meter dan luasnya sekitar 7 hektar,” katanya.