BANDAR LAMPUNG, KOMPAS – Badan Pengawas Pemilu Lampung menggelar sidang penanganan laporan pelanggaran administrasi dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung, Selasa (10/7/2018), di Bandar Lampung. Dalam sidang itu dihadirkan saksi dari pihak pelapor untuk memberi keterangan terkait kasus politik uang yang diduga dilakukan oleh pasangan calon yang menang dalam Pilkada Lampung.
Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi itu digelar di kantor Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) di Bandar Lampung. Sidang dipimpin Ketua Bawaslu Lampung Faktikhatul Khoiriyah dan dihadiri sekitar 50 orang, terdiri atas kuasa hukum, para pendukung pasangan calon, dan masyarakat.
Di luar gedung, tampak aparat kepolisian dari Polresta Bandar Lampung dan Polda Lampung menjaga jalannya persidangan. Aparat itu juga melakukan penjagaan terhadap 300 pengunjuk rasa di depan kantor Sentra Gakkumdu.
Sidang digelar setelah Bawaslu Lampung menerima 17 laporan kasus politik uang yang diduga dilakukan terlapor, yakni pasangan calon nomor urut 3, Arinal Djunaidi-Chusnunia. Berdasarkan hasil rekapitulasi perolehan suara oleh Komisi Pemilihan Umum Lampung, pasangan Arinal-Chusnunia menang dalam pilgub Lampung. Pasangan ini mendapat 1.548.506 suara atau 37,78 persen dari total surat suara sah.
Adapun pelapor merupakan tim dari paslon nomor urut 1 (M Ridho Ficardo-Bachtiar Basri) dan paslon nomor urut 2 (Herman HN-Sutono). Pelapor dari paslon 1 mengajukan 35 orang saksi, semnatara pelapor dari paslon nomor 2 mengajukan 23 saksi.
Dalam sidang itu, Iskandar, saksi pelapor yang juga Kepala Desa Babulang, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan, Lampung, mengungkapkan, dia pernah diundang dalam pertemuan bersama tim sukses paslon nomor urut 3. Dia mengaku menerima undangan melalui telepon dari Syamsul Bahri, Kepala Desa Pematang, Kalianda, yang merupakan rekannya.
Pada pertemuan itu, kepala desa yang hadir diminta untuk mengerahkan massa di desa masing-masing untuk memilih paslon 3. Setiap orang diminta merekrut 15 orang per dusun. Selanjutnya, 15 orang yang telah direktrut itu diminta untuk merekrut sekitar 30 orang lainnya. Para kepala desa dijanjikan akan mendapat mobil ambulance jika mencapai target minimal 60 persen.
“Saya diberikan data nama-nama warga yang ada di desa. Saya juga diberikan uang Rp 1 juta sebagai biaya transportasi oleh salah satu tim sukses,” kata Iskandar, saat bersaksi dalam persidangan.
Kendati telah diberi uang, dia mengaku tidak mengumpulkan massa seperti instruksi dalam pertemuan itu. Selain karena menjabat sebagai kepala desa, Iskandar juga mengaku tidak pernah dihubungi lagi oleh tim sukses paslon. Pasalnya, dalam pertemuan, dia menyatakan tidak sanggup mengumpulkan banyak massa.
Terkait keterangan itu, Andi Syafrani selaku kuasa hukum paslon Arinal-Chusnunia menyatakan menolak keterangan saksi. Pasalnya, terdapat perbedaan identitas tempat tinggal saksi. Dalam laporan yang diajukan ke Bawaslu Lampung, pelapor menyatakan bahwa Iskandar tinggal di Desa Banjarmasin, Kecamatan Penangahan, Lampung Selatan. Namun, dalam persidangan terungkap saksi tinggal di Desa Babulang, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan.
Selain itu, keterangan yang diberikan saksi juga dinilai tidak mengarah pada permasalahan politik uang yang sistematis, terstruktur, dan masif.
Ketua Bawaslu Lampung Fatikhatul Khoriyah, beberapa waktu lalu, menuturkan, kasus laporan politik uang itu akan diputuskan paling lambat dalam 14 hari kerja. Selain mendengarkan keterangan saksi, Bawaslu juga mendengarkan keterangan pelapor dan terlapor. Selanjutnya, Bawaslu juga akan meminta keterangan dari saksi ahli.
Dia menjelaskan, pelanggaran administrasi pilkada dapat dikatakan terstruktur, sistematis, dan masif jika pelanggaran itu terjadi di 8 atau 50 persen dari jumlah kabupaten yang ada di Lampung. Dia memastikan penanganan kasus ini dilakukan sesuai prosedur.
Sementara itu, Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Lampung mengunjungi kantor DPRD Provinsi Lampung. Mereka menemui panitia khusus yang mendalami dugaan politik uang dalam Pilkada Lampung.
Ketua Apdesi Lampung Suhardi Buyung mengatakan, pihaknya mendukung langkah DPRD untuk menyelidiki dugaan politik uang dalam Pilkada Lampung. Pasalnya, ada indikasi pemberian uang pada warga di sejumlah desa yang ada di Lampung.