Gerakan Memungut Sampah di Sungai Karang Mumus Samarinda
Oleh
Lukas Adi Prasetya
·2 menit baca
SAMARINDA, KOMPAS -- gerakan membersihkan Sungai Karang Mumus di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, dari sampah, semakin digencarkan melalui gerakan mandiri masyarakat. Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus, nama gerakan itu, bertujuan menumbuhkan kesadaran masyarakat.
Demikian diutarakan Misman, Ketua Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) Samarinda, Jumat (13/7/2018). Misman menjelaskan, gerakan masyarakat ini mulai dikenal sejak diunggah melalui media sosial, September 2015 lalu.
Secara rutin, relawan GMSS-SKM memungut sampah di sungai sepanjang 34,7 km yang membelah Samarinda, ibu kota Kaltim ini. Mereka menyusur sungai dan memunguti sampah apa saja yang bisa diambil, juga sampah di tepian sungai. Mereka mengajak siapa saja yang mau.
Jumat siang, misalnya, beberapa warga, siswa, dan relawan, menanam 75 pohon di jalur hijau sungai ini. Beberapa waktu lalu, GMSS-SKM juga mengajak beberapa anak usia SD dan SMP, untuk ikut mengambil sampah di sungai tersebut.
Misman tidak lagi menghitung berapa banyak sampah yang sudah diambil. Sebab kegiatan ini untuk mengedukasi masyarakat agar tidak membuang sampah di Sungai Karang Mumus, dengan memunguti sampah. Sejak tahun 1980, Karang Mumus mulai dijadikan tempat membuang sampah dan limbah rumah tangga.
“Jadi, yang kami habisi adalah kebiasaan membuang sampah ke sungai. Lagipula, berapa ton sampah yang kami dapat pun, jika orang masih buang sampah, ya enggak akan habis sampah di sungai,” ujar Misman.
Dia melanjutkan, sungai yang sehat adalah yang terawat air dan juga tumbuhannya. Adapun tumbuhan yang dimaksud, adalah yang di kawasan air, di tepi sungai, dan tumbuhan yang hidup di daratan atau rawa area pasang surut sungai. Karang Mumus ini, juga melewati Danau Benanga.
Samarinda sekarang menghadapi masalah pelik yakni banjir. Salah satunya karena Daerah Aliran Sungai (DAS), termasuk perbukitan, semakin habis dialihfungsikan. Selain itu, rawa yang merupakan tempat penampung air juga banyak beralih menjadi permukiman. Pertambangan batubara juga berkontribusi besar sebagai faktor penyebab banjir.
Selain memungut sampah, GMSS-SKM bersama masyarakat yang peduli, juga menanam pohon di tepi sungai, seperti dilakukan hari ini. Mereka juga sebisa mungkin mengurangi tumbuhan liar di air, dan merawat tumbuhan di tepian sungai. “Sehingga kelak anak cucu kita memiliki sungai yang sehat bukan hanya untuk manusia, namun juga sehat bagi makhluk lain,” kata Misman. (PRA)