SURABAYA, KOMPAS Gubernur Jawa Timur Soekarwo mendorong fasilitas kesehatan meningkatkan tindakan pencegahan daripada pengobatan. Pencegahan membuat masyarakat tidak mudah sakit sehingga mengurangi defisit jaminan sosial kesehatan.
Menurut Soekarwo, saat peresmian Graha Rumah Sakit Islam Surabaya-Ahmad Yani di Surabaya, Kamis (12/7/2018), fasilitas kesehatan lebih baik mendorong masyarakat berperilaku hidup sehat, bukan hanya fokus untuk mengobati orang sakit.
Mengutip data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, tahun 2014 ada defisit Rp 3,3 triliun, pada 2015 naik menjadi Rp 5,7 triliun. Tahun 2016, defisit BPJS Rp 9,7 triliun dan tahun lalu juga defisit Rp 9,7 triliun. ”Jaminan kesehatan nasional akan terus defisit jika konsep utamanya menyembuhkan orang sakit,” kata Soekarwo.
Hadir dalam peresmian tersebut, antara lain, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya Muhammad Nuh, dan Direktur Rumah Sakit Islam Surabaya-Ahmad Yani Samsul Arifin.
Langkah pencegahan yang dimaksud Soekarwo misalnya terkait gizi buruk. Penyebab gizi buruk, 78 persen akibat kurang asupan makanan bergizi. Karena itu, semua pihak perlu melakukan edukasi dan sosialisasi terkait pemberian asupan makanan yang cukup dan bergizi, terutama pada usia 1.000 hari pertama anak.
Upaya pencegahan penyakit seharusnya bisa dilakukan lebih maksimal karena fasilitas kesehatan cukup merata. Di Jatim, menurut Soekarwo, ada 5.721 pondok bersalin desa, dan 3.213 pondok kesehatan desa. Di tingkat kecamatan terdapat 964 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan 2.720 puskesmas pembantu. Selain itu, ada 377 rumah sakit tersebar di 38 kabupaten/kota.
Muhammad Nuh menuturkan, Rumah Sakit Islam Surabaya di Jemursari dan Ahmad Yani melakukan terobosan dengan memberikan pelayanan perawatan di rumah. Pasien yang selesai menjalani perawatan akan dipantau selama di rumah hingga kondisinya stabil. Layanan itu diberikan dokter muda dan perawat tanpa dipungut biaya.
”Misalnya ibu melahirkan. Setelah pulang, pasien dipantau untuk memastikan kondisi ibu dan bayi sehat,” katanya.
Langkah ini sekaligus digunakan sebagai edukasi ke masyarakat untuk menjaga kesehatan. (NTA/SYA)