Ada dugaan korupsi pada pelaksanaan program hibah dana otonomi khusus Rp 650 miliar. Sejumlah program untuk para kombatan GAM tidak tampak wujudnya.
BANDA ACEH, KOMPAS - Pelaksanaan program hibah dana otonomi khusus Aceh tahun anggaran 2013 sebesar Rp 650 miliar diduga sarat masalah. Uang itu seharusnya untuk program pemberdayaan ekonomi mantan kombatan GAM, seperti pembangunan pusat ayam petelur, pabrik pakan ayam, pengadaan kapal, dan penggemukan sapi. Lembaga antikorupsi di Aceh menemukan bukti ada korupsi.
Kepala Divisi Advokasi Gerakan Anti Korupsi (Gerak) Aceh Hayatuddin Tanjung di Banda Aceh, Kamis (12/7/2018), mengatakan, anggaran hibah itu tersebar di 11 dinas tingkat provinsi. Program dilaksanakan oleh dinas-dinas untuk warga, termasuk para mantan kombatan GAM.
Dari puluhan program yang ada, kata Hayatuddin, Gerak Aceh melakukan investigasi pada program pembangunan pusat ayam petelur, pabrik pakan, pengadaan kapal, dan penggemukan sapi. Hasilnya, realisasi kegiatan tidak sesuai dengan perencanaan. ”Kami menduga sebagian merupakan kegiatan fiktif. Misalnya, pengadaan ayam petelur 100.000 ekor. Di mana ayamnya? Yang ada hanya kandang kosong,” katanya.
Pengadaan ayam petelur dan pabrik pakan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh dengan pagu anggaran masing-masing Rp 29,125 miliar dan Rp 2,784 miliar. Dalam dokumen pengusulan pengadaan ayam petelur dinyatakan, pengadaan ayam 100.000 ekor, dengan penerima hibah 50 orang. Artinya satu orang mendapat 2.000 ekor. Namun, ternyata total pengadaan hanya 2.500 ekor.
”Sisanya tidak diketahui ke mana. Sementara pabrik pakan tidak berjalan dengan alasan bahan baku tidak tersedia,” ujar Hayatuddin.
Kompas melakukan pengecekan dengan mendatangi pusat budidaya ayam petelur dan pabrik pakan yang dibiayai dana otsus itu. Letaknya di kawasan Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar.
Sepi dan rusak
Kompas tidak bisa masuk ke lokasi karena pintu digembok. Di gerbang dipasang papan larangan masuk selain petugas. Bangunan itu dikelilingi pagar tembok setinggi 2 meter. Dilihat dari luar, tidak ada tanda-tanda budidaya ayam petelur. Tidak ada suara ayam ataupun bau kotoran ayam. Lokasi juga terlihat sepi.
Selain itu, dicoba cek satu kapal yang dibeli menggunakan dana otsus. Kapal berukuran 40 gros ton itu ditarik ke darat di tepi Sungai Aceh, Lampulo, Banda Aceh. Tampak dek rusak, lantai berlubang dan lambung terkelupas. ”Kapal itu sudah lebih setahun terbengkalai karena tidak layak digunakan untuk berlayar,” kata Hayatuddin.
Hasil telaah Gerak Aceh menemukan dugaan korupsi. Menurut Hayatuddin, yang diduga terlibat adalah elite pejabat Aceh.
Selain temuan Gerak Aceh, audit internal oleh Inspektorat Aceh menyebutkan, program budidaya ayam petelur dan pengadaan kapal sarat masalah, seperti penerima tidak diverifikasi, penyaluran kapal tidak berdasarkan surat keputusan gubernur, dan ada penerima yang namanya dicatut, tetapi bantuan tidak diberikan.
Gerak Aceh telah melaporkan temuan ke Kejaksaan Tinggi Aceh awal 2017. Namun, laporan belum ditindaklanjuti. ”Jika Kejati tidak merespons, kami akan laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi,” katanya.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Aceh Teuku Rahmatsyah mengatakan, laporan dugaan korupsi dana hibah Rp 650 miliar sedang ditelaah. Menurut Rahmatsyah, penanganan butuh waktu lama karena anggaran hibah tersebar di banyak dinas dan kegiatan dilaksanakan di 23 kabupaten dan kota di Aceh. (AIN)