Banjir di wilayah Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, mulai surut. Warga mulai membersihkan rumah, tetapi tetap mengungsi pada malam hari.
SENGKANG, KOMPAS - Ketinggian air di beberapa wilayah Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, yang dilanda banjir akibat luapan Danau Tempe berangsur surut. Kondisi ini dimanfaatkan sebagian warga untuk mulai berbenah. Sebagian pengungsi mulai membereskan rumah walau pada malam hari masih kembali tidur di tenda-tenda pengungsian.
Pantauan Kompas di beberapa titik terparah banjir di Kabupaten Wajo, Jumat (13/7/2018), ketinggian air yang semula lebih dari 3 meter mulai surut hingga tinggal 2 meter. Di tempat lain yang tak terlalu parah, ketinggian air berkurang dari 1 meter tinggal tersisa 20 sentimeter (cm). Adapun genangan air di tepian jalan-jalan raya juga mulai mengering.
”Saya kembali ke rumah mulai pagi hingga sore. Tapi malamnya masih kembali ke pengungsian karena air masih sedikit menggenang. Saya bersih-bersih rumah dan membenahi barang-barang. Kalau sudah kering betul dan bersih, baru saya benar-benar pulang,” tutur Jumari (35), warga Kelurahan Mattiro Tappareng, Kecamatan Tempe.
Kondisi serupa dialami Indo Tang (51), warga Desa Nepu, Kecamatan Tanasitolo. Rumahnya, yang tak jauh dari jalan raya kecamatan, kini berangsur kering. Hanya tersisa lumpur dan tanah becek di kolong rumah panggungnya.
”Sudah beberapa hari saya bolak-balik membersihkan rumah. Kalau beres, saya akan mulai memindahkan barang. Kebetulan selama banjir, banyak barang dipindahkan ke rumah saudara,” kata Indo yang juga masih tidur di tenda karena rumahnya belum sepenuhnya bersih.
Tanasitolo dan Tempe adalah dua dari tujuh kecamatan yang terendam banjir luapan Danau Tempe. Sejak meluap akhir Mei, air belum sepenuhnya surut. Di sejumlah lokasi yang terendam parah, perahu masih jadi transportasi utama. Panggung atau dalam istilah setempat rakkiang juga masih dipasang dalam rumah.
Baharuddin Naja, warga Kelurahan Laelo, Kecamatan Tempe, masih memasang rakkiang di rumahnya. Aktivitas juga masih dilakukan di rakkiang walau air di lantai rumah panggungnya tersisa 5-10 cm.
”Saya lihat situasi. Kalau cuaca terus cerah dan air makin surut, rakkiang ini bakal saya bongkar. Tadinya air dalam rumah saya tingginya sampai 1 meter,” ujarnya. Banjir di wilayah Laelo termasuk parah karena ketinggian air sampai 3 meter dari permukaan tanah.
Revitalisasi
Danau Tempe yang berbatasan dengan Kabupaten Wajo, Sidrap, dan Soppeng merupakan salah satu danau kritis di Indonesia. Ada puluhan sungai dari delapan kabupaten yang bermuara ke sini. Kerusakan di sepanjang daerah aliran sungai membuat danau mendangkal karena sedimen yang masuk ke danau.
Untuk penanganan banjir dan pemulihan Danau Tempe, pemerintah pusat telah menyusun rencana revitalisasi. Proyek ini meliputi pengerukan sedimen yang tahap pertama mencakup 7-8 juta kubik atau sekitar 30 persen dari total sedimen danau 21 juta kubik. Air danau akan dikelola mengairi sawah seluas 20.000 hektar (ha) dengan sistem pompanisasi. Jika revitalisasi selesai, Danau Tempe tidak hanya menjadi tempat wisata, tetapi juga sumber bahan baku air bersih, pertanian, dan perikanan.
Kepala BPBD Wajo Alamayah mengatakan, banjir terbesar dalam 10 tahun terakhir ini menimbulkan kerugian hingga Rp 32,5 miliar. Sepanjang Mei-Juni, luapan Danau Tempe tidak hanya merendam lebih dari 14.000 rumah warga, tetapi juga sekitar 60 sekolah, 40 masjid, puluhan kantor, serta pusat layanan kesehatan seperti puskesmas, puskesmas pembantu, dan pos kesehatan desa.
Banjir juga merusak lebih dari 7.000 ha sawah dan 11.000 ha kebun. Delapan warga tewas tenggelam dan ratusan warga mengungsi. (REN)