Festival \'Rimpu\' Ramaikan Promosi Pariwisata NTB di Jakarta
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
Penduduk Jakarta dan sekitarnya asal Pulau Lombok dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, melakukan karnaval sebagai rangkaian Festival Rimpu Bima -Dompu di Taman Monumen Nasional Jakarta, Minggu (15/7/2018).
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menggelar promosi pariwisata destinasi Lombok-Sumbawa dengan menggelar acara Parade Budaya Festival Rimpu Bima-Dompu di Taman Monas Jakarta Minggu (15/7/2018)
Acara diawali dengan karnaval yang diikuti sekitar 5.000 peserta, yaitu warga Jakarta, Tangerang dan Bekasi asal Pulau Lombok dan Sumbawa, dari depan Hotel Sarinah menuju Taman Monumen Nasional.
Para peserta mengenakan pakaian adat Sasak (Lombok), Samawa (Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat) dan Mbojo (Kabupaten Bima dan Dompu) yang peserta perempuannya memakai busana adat Rimpu.
Menurut Harun Al Rasyid, sesepuh tokoh Sasambo (Sasak, Samawa dan Mbojo) di Jakarta, Rimpu, sar’i atau hijab, adalah kain sarung khas motif Nggoli, Bima yang dipakai menutup bagian kepala dan wajah kaum perempuan Suku Mbojo sejak zaman Kesulutanan Bima abad ke 13. “Jadi kaum perempuan Mbojo berbuasana untuk menutup aurat sesuai tuntutan agama,” kata Harun.
Rimpu terdiri atas dua lembar sarung masing-masing untuk badan bagian bawah dan bagian atas. Bagi perempuan yang masih gadis, sarung bagian atas menutup wajah sampai batas mata pemakainya. Sedang perempuan yang sudah menikah, rimpu dilingkarkan di kepala dan memperlihatkan wajah penggunanya.
Festival ini diramaikan gamelan Gendang Bele’ (Lombok), pameran foto-foto destinasi wisata Pulau Lombok dan Sumbawa, selain digelar hiburan musik tradisi Bima, yaitu Rawa (nyanyian) Mbojo: seorang penyanyi membawakan lagu bahasa Bima diiringi pemain biola. Penyanyi dan pemain instrumen biola bergantian bernyanyi.
Musik ini sangat digemari karena syair-syair lagunya mengisahkan tentang kehidupan sosial masyarakat. Biasanya musik tradisi ini digelar dalam acara pernikahan, juga sebagai hiburan bagi remaja yang menanam dan memanen padi di sawah.
Kepala Dinas Pariwisata NTB, HM Faozal, menyambut baik festival itu yang gagasannya datang dari Komunitas Sasambo di Jakarta, sekaligus ajang promosi destinasi pariwisata Lombok-Sumbawa. “Jakarta kami pilih untuk promosi karena pasar terbesar pariwisata Lombok-Sumbawa adalah di Ibu Negara dan daerah sekitarnya,” tutur Faozal.
Pemprov NTB semakin berkepentingan memanfaatkan festival ini, mengingat Kabupaten Sumbawa menjadi ‘tuan rumah’ Sail Moyo-Tambora 2018 yang berlangsung 9-22 September 2018. Untuk maksud itu Minggu malam (15/7/2018), Pemprov NTB me-launching Bulan Pesona Lombok-Sumbawa, Festival Moyo dan Sail Indonesia Moyo Tambora 2018 di Gedung Balai Kartini Jakarta.
Sekretaris Badan Promosi Pariwisata Daerah NTB, Edo Nur Haedin, mengatakan, asosiasi kepariwisataan di daerah terus berupaya memanfaatkan event di berbagai daerah di Indonesia untuk memasarkan destinasi wisata Lombok-Sumbawa. Misalnya, kegiatan promosi Asian Games di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta dan Palembang (Sumsel), BPPD NTB mengambil gerai sebagai pusat informasi pariwisata NTB.
“Paling tidak, dari kegiatan di GBK, pariwisata Lombok-Sumbawa semakin dikenal, sekalian kami jualan paket wisata, yang outputnya bisa meningkatkan kunjungan wisatawan ke Lombok dan Sumbawa,” ujar Edo.