PALANGKARAYA, KOMPAS — Lahan konsesi perkebunan sawit seluas 200 hektar di Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, terbakar. Perusahaan perkebunan sawit di Kalimantan Tengah diperingatkan agar tak hanya menjaga lahannya, tetapi juga lahan di sekitar konsesi.
Kebakaran hutan dan lahan di Kalteng terjadi sejak awal Juli, menandai masuknya musim kemarau. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Palangkaraya memprediksi kemarau akan berlangsung sampai akhir Oktober mendatang.
Roland Binery, prakirawan BMKG Palangkaraya, menjelaskan, sebagian besar wilayah Kalteng rawan kebakaran karena didominasi lahan gambut. Apalagi, kemarau saat ini dinilai lebih kering dari tahun lalu.
Data BMKG sejak Jumat (13/7/2018) hingga Sabtu (14/7/2018), terdapat 47 titik panas. Bertambah lima titik panas di Kabupaten Kapuas pada Minggu (15/7/2018).
Perusahaan tetap harus bertanggung jawab di wilayahnya dan juga di sekitarnya.
Titik panas dideteksi menggunakan satelit Terra-Aqua dan SNPP yang muncul di delapan kabupaten/kota, yakni Kota Palangkaraya serta Kabupaten Sukamara, Seruyan, Kotawaringin Timur, Pulang Pisau, Lamandau, Barito Selatan, dan Kapuas.
Di lahan konsesi di Mentangai, Kapuas, kebakaran sudah melanda sejak Sabtu siang hingga saat ini. Terdapat dua helikopter khusus water bombing yang digunakan pemerintah untuk memadamkan api.
Komandan Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan Kolonel (Inf) Harnoto menjelaskan, api di dalam konsesi berasal dari kebun-kebun warga di sekitarnya. Api merembet masuk ke wilayah perkebunan.
”Di lahan milik perusahaan juga sedang kami selidiki lebih dalam lagi. Kami juga terus mengimbau agar perusahaan menjaga wilayahnya,” ucap Harnoto saat ditemui di ruang kerjanya di Palangkaraya, Senin (16/7/2018).
Dua helikopter water bombing yang digunakan adalah helikopter MI 8MTV UPMI815 dan MI 8MTV UPMI862 yang merupakan bantuan pusat. Sejak awal tahun, heli tersebut sudah menggunakan 1,08 juta liter air untuk memadamkan api di hutan dan lahan Kalteng.
”Kami memiliki tim untuk memadamkannya, ada dari polda, dari pemerintah daerah, dan masyarakat. Untuk di wilayah konsesi, perusahaan juga ikut memadamkan. Di wilayah yang tidak bisa dijangkau lewat darat, maka digunakan helikopter,” tutur Harnoto.
Dari data yang dikumpulkan Tim Satgas Karhutla, sejak Januari hingga 15 Juli terdapat 546 titik panas yang tersebar di 14 kabupaten/kota di Kalteng, dengan luas kebakaran mencapai 1.304 hektar.
Mendukung kinerja aparat
Menanggapi hal itu, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Kalteng Dwi Darmawan mengungkapkan, pihaknya mendukung kinerja aparat keamanan untuk menyelidiki kebakaran di lahan konsesi. ”Prediksi cuaca sudah memasuki musim kemarau, kami melakukan berbagai upaya untuk pencegahan kebakaran,” kata Dwi.
Upaya yang dilakukan, antara lain, deteksi dini dengan memetakan area rawan kebakaran, menyiapkan personel, menyiapkan peralatan yang siap digunakan, membentuk tim satgas, melakukan latihan untuk tim satgas, dan sosialisasi ke desa-desa.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Dimas Novian Hartono mengungkapkan, pemegang izin konsesi lahan memiliki kewajiban mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan di wilayahnya. Pemegang izin juga memiliki tanggung jawab hukum.
”Perusahaan tetap harus bertanggung jawab di wilayahnya dan juga di sekitarnya meskipun mereka berdalih bahwa kebakaran terjadi karena ada pihak ketiga atau kondisi alam,” lanjut Dimas.
Ia menambahkan, tanggung jawab perusahaan dalam aturan hukum disebut pertanggungjawaban mutlak atas aktivitas perusahaan yang dapat berisiko terjadinya bencana, termasuk kebakaran. ”Aturannya sudah jelas, perusahaan bisa dikenai sanksi,” ujarnya.