BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Badan Pusat Statistik Lampung mencatat, jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung pada Maret 2018 bertambah sebanyak 13.310 jiwa. Melonjaknya harga pangan yang tidak diimbangin dengan kenaikan penghasilan mendaji salah satu faktor yang mendorong meningkatnya kemiskinan di Lampung.
Hal itu terungkap dalam paparan hasil survei tingkat kemiskinan per Maret 2018 yang dirilis BPS Lampung di Bandar Lampung, Senin(16/7/2018). Kepala BPS Lampung Yeane Irmaningrum menjelaskan, berdasarkan survei itu, jumlah penduduk miskin di Lampung 1.097.050 jiwa atau 13,14 persen dari total penduduk.
Jumlah itu meningkat 0,1 persen dibandingkan dengan survei terakhir pada September 2017 yang mencapai 1.083.740 jiwa. Meski begitu, jumlah penduduk miskin di Lampung menurun 0,5 persen dibandingkan kondisi pada Maret 2017.
Saat ini, sebanyak 868.220 jiwa penduduk miskin atau (79,14 persen berada di pedesaan. Adapun jumlah penduduk miskin di perkotaan sebanyak 228.830 jiwa. Selama periode September 2017-Maret 2017, penduduk miskin di pedesaan meningkat 0,14 persen, sementara di perkotaan meningkat 0,2 persen.
Kenaikan harga
Harga bahan pokok, terutama beras dan telur ayam memang sempat mengalami kenaikan. Komoditas itu juga tercatat menjadi komoditas penyumbang inflasi. Kondisi itu menjadi salah satu pemicu meningkatnya kemiskinan di Lampung.
Meski pemerintah berupaya mengendalikan harga bahan pokok melalui operasi pasar dan pasar murah, langkah itu belum cukup mampu menekan harga pangan di pasaran.
Selama September 2017-Maret 2018, garis kemiskinan (GKM) di Lampung naik dari Rp 390.183 menjadi Rp 402.307 per kapita per bulan. Garis kemiskinan makanan menyumbang 74,88 persen dari nilai garis kemiskinan tersebut.
GKM adalah nilai pengeluaran kebutuhan minuman dan makanan per orang per hari yang setara dengan 2.100 kalori. “Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendapatan sebagian penduduk miskin belum mampu mengimbangi kenaikan harga,” kata Yeane.
Linda Riyana (35), warga Bandar Lampung mengeluhkan kenaikan harga pangan, khususnya telur beberapa minggu terakhir. Saat ini, harga telur naik dari biasanya Rp 22.000 jadi Rp 27.000 per kg.
Menurut dia, kenaikan harga itu membuatnya harus lebih berhemat dalam mengatur konsumsi rumah tangga. "Kalau biasaya saya membeli telur 3 kg per bulan sekarang hanya bisa beli 1,5 kg per bulan. Lauk hariannya lebih sering diganti tempe atau tahu yang lebih murah," katanya.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Lampung Marselina Jayasinga mengatakan, masih tingginya angka kemiskinan di Lampung menjadi tantangan bagi gubernur terpilih yang akan memimpin lima tahun ke depan. Dia menilai, perlu ada kebijakan yang dapat menggerakkan perekonomian warga di pedesaan. Apalagi, konsentrasi penduduk miskin masih berpusat di desa.