JAMBI, KOMPAS — Hingga Selasa (17/7/2018), sudah lebih dari 1.000 ikan predator diserahkan warga dari sejumlah daerah. Pemerintah memberi waktu penyerahan ikan hingga akhir bulan ini sebelum berlakunya penegakan hukum soal larangan memelihara ikan predator.
Kepala BKIPM Kementerian Kelautan dan Perikanan Rina mengatakan, sebagian besar ikan predator yang diserahkan warga berupa aligator. ”Total sudah lebih dari 1.000 ikan aligator. Kalau ikan arapaima sudah sekitar 50 ekor,” katanya.
Rina membenarkan masih ada sejumlah warga menolak menyerahkan dan menuntut ganti rugi. Namun, katanya, pemerintah tak menganggarkannya. Pihaknya meminta kerelaan warga untuk menyerahkan. Pemilik yang tidak mau menyerahkan ikan-ikan predator tersebut dapat dijerat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Pasal 88 dalam aturan itu berbunyi, ”Setiap orang yang dengan sengaja memasukkan, mengeluarkan, mengadakan, mengedarkan, dan atau memelihara ikan yang merugikan masyarakat, pembudidaya ikan, sumber daya ikan, dan atau lingkungan sumber daya ikan dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar”.
Selasa Siang, pejabat di lingkungan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jambi menyerahkan seekor ikan aligator. Dodi Febri, pejabat tersebut, mengatakan, dirinya telah memelihara ikan itu lima tahun terakhir sebelum aturan larangam memelihara berlaku. ”Setelah tahu ada aturan larangan, saya terpaksa serahkan,” ujarnya.
Kepala DPK Provinsi Jambi Tema Wisman mengatakan, pihaknya membuka posko penyerahan ikan predator di kantor dinas.
Aligator yang berasal dari perairan Amerika Selatan termasuk dalam 152 jenis ikan yang dilarang sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2014 yang bersifat berbahaya dan invasif sehingga dikhawatirkan mendominasi ekosistem laut.
Kepemilikan ikan kategori berbahaya dan invasif tersebut dilarang keras oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selain ikan aligator, dilarang pula masuknya arapaima dan piranha.