LHOKSEUMAWE, KOMPAS - Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, Provinsi Aceh, menangkap Husaini Setiawan, terpidana korupsi pengadaan alat kesehatan pada Dinas Kesehatan Lhokseumawe anggaran 2011. Setelah ditangkap, Husaini langsung ditahan di lembaga pemasyarakatan setempat, Jumat (20/7/2018).
Kepala Kejaksaan Negeri Lhokseumawe Ali Akbar mengatakan, Husaini ditangkap pada Rabu (18/7/2018) di Jakarta. Husaini ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 7 Juni 2018. Dia dinyatakan bersalah dalam kasus pengadaan alat kesehatan dan divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.
Sebelum menangkap di Jakarta, kejaksaan beberapa kali mendatangi rumah Husaini di Lhokseumawe, tetapi nihil. Mengetahui Husaini berada di Apartemen Kalibata City, Pancoran, Jakarta Selatan, tim Kejari Lhokseumawe dibantu Kejari Jakarta Selatan menangkap Husaini. ”Dia sudah kita incar hampir dua bulan,” kata Ali Akbar.
Husaini adalah pemenang tender pengadaan alat kesehatan. Program ini dibiayai dana otonomi khusus dengan pagu Rp 4,8 miliar. Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Aceh menunjukkan kerugian negara Rp 3,5 miliar. Sebelumnya dalam kasus sama, ditahan Sarjani, mantan Kepala Dinas Kesehatan Lhokseumawe dan Helma Faidar, mantan Bendahara Umum Daerah Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Lhokseumawe. Keduanya divonis 1 tahun penjara.
Sementara itu, Wakil Bupati Sabu Raijua, Nikodemus Rihi Heke, diperiksa tim penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, terkait dugaan penyalahgunaan dana bantuan sosial 2013-2015 senilai Rp 35 miliar. Nikodemus diperiksa sebagai saksi.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi NTT Iwan Setiawan di Kupang, Jumat mengatakan, Nikodemus Rihi Heke dimintai keterangan seputar pemanfaatan dana bantuan sosial (bansos). ”Pak Nikodemus dimintai keterangan sebagai saksi. Penyidik juga telah memeriksa lima saksi lain dari Badan Keuangan Daerah Sabu Raijua. Pemeriksaan terhadap Nikodemus Rihi Heke merupakan kedua kali. Sebelumnya, 3 Juli 2018, juga penyidik memeriksanya terkait bansos,” ujarnya.
Nikodemus menegaskan, tak terlibat dalam kasus dana Bansos 2013-2015. Saat itu, Bupati Sabu Raijua dijabat Marthen Dira Tome. Dirinya pun tidak pernah diberi kewenangan oleh Marthen mencairkan atau mengelola dana bansos itu. ”Pak Marthen baru ditahan KPK 2016. Saya tidak terlibat dalam kasus itu karena kewenangan penuh ada pada bupati saat itu. Saya masih menjabat sebagai wakil bupati. Saya siap diperiksa lagi,” ujarnya.
Wakil Wali Kota Malang Sutiaji juga mengaku tak tahu tentang dana tunjangan hari raya atau pokir Rp 700 juta yang diberikan kepada semua anggota legislatif untuk memperlancar pembahasan perubahan APBD 2015. Dia mengaku jarang dilibatkan atau diajak bicara dalam urusan pemerintahan.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan dugaan korupsi dengan terdakwa Wali Kota Malang Mochammad Anton di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat. Sutiaji merupakan salah satu saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum KPK, Arif Suhermanto.
Pada sidang yang dipimpin majelis hakim yang diketuai Unggul Warsa Mukti itu, Sutiaji mengatakan tidak hadir dalam sidang paripurna pembahasan perubahan APBD 2015. Namun, setelah ditunjukkan daftar tanda tangan kehadiran, dia tidak membantah bukti tersebut. Anton menjadi terdakwa korupsi karena didakwa menyuruh Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono memberikan tunjangan hari raya (THR) atau uang pokir (pokok-pokok pikiran) kepada DPRD Kota Malang. (KOR/NIK/AIN)