KUNINGAN, KOMPAS — Memasuki musim kemarau, kawasan hutan Ciremai di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Jawa Barat, berpotensi terbakar. Untuk itu, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai bersama masyarakat setempat menyiapkan langkah antisipasi, dari berpatroli hingga membuat sekat bakar.
”Sejak Januari 2018 hingga saat ini, belum ada kebakaran hutan di wilayah Taman Nasional Gunung Ciremai. Namun, kami tetap mengantisipasinya,” ujar Kepala Seksi I Wilayah Kuningan Balai TNGC San Andre Jatmiko, Sabtu (21/7/2018), di Kuningan.
Menurut dia, BTNGC bersama masyarakat setempat telah membentuk kelompok Masyarakat Peduli Api yang mencapai 400 personel. Kelompok tersebut kerap berpatroli untuk memantau daerah yang rawan kebakaran, seperti di Pejaten, Lambosir, dan Padabeunghar.
Selain itu, masyarakat juga membentuk sekat bakar. Caranya, warga membabat ilalang dan rerumputan di kawasan hutan dan menyisakan jalan tanah selebar 2 meter. Ilalang tersebut kemudian ditumpuk memanjang membentuk sebuah garis batas yang mengelilingi daerah pepohonan.
Api hanya akan membakar ilalang yang sudah terpisah dengan pepohonan sehingga api tidak menjalar ke pohon. Sekat bakar juga menjadi jalan setapak bagi warga untuk mematikan api.
Kebakaran berpotensi terjadi saat kemarau karena rumput mudah terbakar. Penyebabnya bisa rokok yang dibuang sembarangan hingga warga usil yang sengaja. Apalagi, angin kencang kerap terjadi saat kemarau.
”Saat ini kami sudah membuat sekat bakar sepanjang 10 kilometer. Rencananya, seperti tahun lalu, bisa mencapai 30 kilometer,” kata Andre. Hal itu, katanya, hanyalah salah satu metode untuk mencegah kebakaran hutan.
Menurut dia, pihaknya telah menerapkan konsep camp fire care, yakni berkemah untuk peduli kebakaran hutan. Sejumlah anggota MPA dijadikan kelompok pengelola wisata di daerah yang rawan kebakaran.
Dengan begitu, masyarakat memperoleh keuntungan sehingga mereka menjaga hutannya dari kebakaran. Tempat wisata itu antara lain Bukit 1.000 Bintang di Desa Padabeunghar dan obyek wisata Lambosir.
Bukit 1.001 Bintang, misalnya, yang dulunya menjadi langganan arel terbakar. Namun, sejak dioperasikan 2016, daerah tersebut hingga kini tidak tersulut api.
BTNGC mencatat, pada 2013, terjadi kebakaran seluas 14,96 hektar. Jumlah itu melonjak menjadi 266,034 hektar pada 2014 dan meningkat lebih dua kali lipat pada 2015, yakni 666,9 hektar. Pada 2016 tidak ada kebakaran, sementara tahun selanjutnya 107 hektar lahan di Pejaten terbakar.
Gunung Ciremai merupakan gunung tertinggi di Jabar dengan 3.078 meter di atas permukaan laut. Luas areal hutan di Ciremai mencapai 14.841,30 hektar. Selain menjadi sumber mata air, wilayah tersebut juga sebagai obyek wisata.
Agus Yudantara dari Humas BTNGC menambahkan, meskipun memasuki musim kemarau, pendakian ke Gunung Ciremai tidak ditutup. ”Masyarakat setempat ikut mengelola wisata dan mencegah kebakaran hutan. Kalau tidak bisa diatasi, seperti tahun 2015, pendakian ditutup,” ujar Agus.