Mutiara Gambut Penyemai Sejahtera
Nyaris terlupakan selama hampir seabad, kopi liberika (Coffea liberica) yang tumbuh subur di rawa gambut pesisir Jambi kini bagai harta karun. Warga terus mencoba mengolah mutiara hitam ini.
Hasilnya sungguh memukau. Nur Asiah (41) sukses dengan racikan terbarunya, keripik pisang berbalur kopi liberika. Resep baru ini diperoleh setelah berulang kali gagal dalam percobaannya.
Awalnya, Ainur, demikian ia dipanggil, membaluri keripik pisang tanduk dengan bubuk kopi robusta dan gula halus. Saat dicoba, keripik terasa pahit. Warnanya tak menarik. Warna kuning lembut keripik tertutupi hitamnya kopi. Eksperimen berikutnya masih gagal. Pekatnya rasa kopi robusta melenyapkan rasa gurih keripik pisang.
Ketika geliat liberika tumbuh di Desa Pematang Rahim, Kecamatan Mendahara Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, Ainur tersadar. ”Mengapa tidak pakai bubuk kopi liberika saja,” ujarnya mengenang, Sabtu (16/7/2018).
Ia pun memesan bubuk kopi olahan adiknya, Nurul Amin. Nurul, yang serius menggeluti pengolahan kopi liberika, menyarankan agar kopi disangrai sebentar saja. Jangan terlalu lama agar rasanya lebih ringan.
Akhirnya, bubuk liberika berwarna coklat muda dan gula halus dibalurkan di keripik pisang tanduk. Saat dicoba, terasa nikmat. Rasa kopi lembut berpadu dengan samar manis alami keripik. Saat dikunyah, menyeruak aroma dan rasa nangka yang menjadi daya tarik asli kopi liberika. Ada pula sedikit rasa chocolaty dan gurih menyatu antara kopi dan keripik.
”Ini sudah pas rasanya, Kak. Tidak pahit, tetapi tetap ada rasa kopi. Warna balurannya pun cantik,” ujar Misnawati (27), petani setempat.
Produk terbaru
Keripik pisang liberika menjadi produk terbaru desa itu. Selain keripik liberika, Ainur dan kaum perempuan yang tergabung dalam Kelompok Kamibikin mengolah kuliner khas gambut, mulai dari masakan pucuk pakis merah hingga ikan kepar alias selincah goreng sambal. Namun, kopi liberika menjadi primadona.
Tak kalah kreatif upaya yang digerakkan Kelompok Usaha Bersama di Desa Sungai Beras, Mendahara Ulu. Tanaman nipah yang tumbuh liar di sepanjang sungai berair gambut dimanfaatkan menjadi sumber makanan. Semula, buah nipah diolah menjadi dodol. Belakangan, mereka memperkaya rasa dodol itu dengan menambahkan sedikit bubuk liberika. Warna dodol menjadi lebih gelap. Cocok untuk dodol. ”Kalau terlalu muda warnanya, dodol jadi tampak pucat,” kata Hastuti (37).
Saat lomba Jambore PKK tingkat Kabupaten Tanjung Jabung Timur 2017, kreasi dodol nipah meraih peringkat I. Sebelumnya, dalam Jambore Badan Restorasi Gambut 2016, mereka membuat beragam kuliner khas gambut. Peminatnya banyak.
Kreasi kuliner, baik minuman kopi hingga keripik maupun dodol liberika, hadir dalam Festival Kopi Nusantara yang diselenggarakan Kompas, 19-22 Juli 2018 di Bentara Budaya Jakarta.
Madu dan nangka
Sebagai bahan minuman, liberika punya keunikan tersendiri. Tumbuh di rawa gambut berair hitam tak menghalangi keistimewaan cita rasanya. Jika diolah dengan sangraian lembut, dari seduhannya menyeruak aroma dan rasa madu, nangka, dan sedikit rasa gurih dan asam.
Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan di Medan, Sumatera Utara, pernah meneliti kaitan lokasi penanaman dengan rasa dan aroma. Mereka membandingkan sembilan contoh dari daerah dengan ketebalan gambut berbeda. Perbedaan ketebalan gambut memengaruhi cita rasa kopi.
Kopi liberika dimasukkan ke Indonesia oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1875 untuk menggantikan kopi arabika (Coffea arabica) yang terserang penyakit karat daun. Arabika hanya tersisa di sejumlah kecil dataran tinggi Sumatera dan Jawa.
Budidaya awalnya berjalan mulus. Belakangan, serangan penyakit serupa meluas. Semua tanaman dibabat dan digantikan dengan robusta (Coffea canephora).
Liberika yang tumbuh di wilayah Tanjung Jabung diyakini sebagai sisa peninggalan masa lalu. Namun, ada pula cerita, kopi liberika berkembang setelah didatangkan warga setempat, Haji Sayuti (alm), sekembali dari negeri jiran 70 tahun lalu.
Jenis ini dapat tumbuh subur di dataran rendah hutan tropis dan pesisir. ”Bahkan memiliki daya adaptasi jauh lebih tinggi terhadap lahan-lahan marjinal, seperti lahan gambut, dibandingkan dengan arabika dan robusta,” kata Misnawi, peneliti kopi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, dalam buku Kopi Liberika, Peluang Pengembangannya pada Lahan Gambut (2016).
Penanaman dilakukan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat seluas 5.000 hektar. Kopi ditanam di sela-sela naungan pinang dan kelapa. Budidaya liberika tak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kelestarian gambut pun terjaga.