YOGYAKARTA, KOMPAS - Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta akhirnya mengambil keputusan terkait masalah penerimaan peserta didik baru SMP. Pendaftaran siswa baru untuk mengisi kursi kosong akhirnya dibuka di beberapa SMP negeri.
Lulusan SD di Kota Yogyakarta yang sebelumnya tidak diterima di SMP negeri, bisa mendaftar lagi. Siswa korban blank spot (titik kosong) juga bisa. Namun, tak ada perlakuan khusus..
”Esensi PPDB mulai tahun ini berbasis zonasi. Maka, kami tetap berdasar zonasi jarak,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Edy Heri Suasana, Jumat (20/7/2018).
Penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMP di Kota Yogyakarta diwarnai sejumlah masalah. Salah satunya, sejumlah lulusan SD tak bisa diterima di semua SMP negeri melalui jalur zonasi karena tinggal di wilayah blank spot.
Blank spot adalah wilayah tertentu di mana para lulusan SD yang tinggal di sana tak bisa diterima di semua SMP negeri melalui jalur zonasi karena kalah bersaing dengan siswa lain yang rumahnya lebih dekat. Sejumlah pihak menuntut Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta mengambil diskresi mengatasi itu (Kompas, 20/7/2018).
Saat ini ada sembilan kursi kosong di kelas VII SMP negeri. Ada sejumlah penyebab, misalnya siswa diterima tidak mendaftar ulang. Kursi kosong di enam SMP negeri: 3 kursi di SMPN 3, 2 kursi di SMPN 5, serta 1 kursi di SMPN 6, SMPN 7, SMPN 11, dan SMPN 13.
Mereka yang bisa mendaftar mengisi kursi kosong adalah lulusan SD yang pernah mendaftar ke SMP negeri pada PPDB 2018, tetapi tidak diterima. Pengisian kursi kosong tak dikhususkan bagi siswa di wilayah blank spot.
Mereka yang mendaftar hanya bisa pilih satu sekolah. Mekanisme seleksi berdasar jarak RW tempat tinggal siswa ke sekolah pilihan, seperti sebelumnya.
Pendaftaran pengisian kursi kosong dilakukan Senin (23/7) pukul 08.00-12.00 di kantor Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Pengumumannya Selasa (24/7) pukul 08.00 melalui papan pengumuman di kantor Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta dan SMP pemilik kursi kosong.
Korban dua kali
Salah satu orangtua siswa korban blank spot, Rina Rahmawati (34), menilai, mekanisme pengisian kursi kosong itu bukan solusi bagi siswa korban blank spot. Sebab, seleksinya tetap berdasar jarak rumah ke sekolah, bukan berdasar nilai ujian nasional SD.
Meski anak korban blank spot bisa mendaftar lagi, mereka sangat mungkin dikalahkan lagi. ”Aturan ini justru akan membuat anak kami menjadi korban dua kali,” kata Rina.
Anggota Forum Pemantau Independen Kota Yogyakarta, Baharuddin Kamba, juga menilai keputusan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta itu tidak memecahkan masalah blank spot.
”Ini bukan solusi bagi persoalan yang ada dan tetap merugikan anak-anak korban blank spot,” ujarnya. (HRS)