Segera Benahi Hulu Kopi
Kopi menjadi komoditas potensial untuk mengangkat perekonomian nasional. Namun, butuh pembenahan agar bisa dimanfaatkan optimal. Pembenahan hulu menjadi perhatian utama.
JAKARTA, KOMPAS Pembenahan hulu dalam industri kopi mendesak dilakukan. Selama ini persoalan masih menumpuk di hulu. Masalah itu di antaranya penggunaan bibit, pendampingan petani, sumber daya manusia dan permodalan yang terbatas, akses pasar yang belum luas, serta regenerasi petani.
Dalam diskusi kopi bertema ”Sejuta Kekayaan Kopi dan Tantangannya” di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (20/7/2018), persoalan tersebut dibahas. Diskusi ini menjadi salah satu bagian dari rangkaian acara Festival Kopi Nusantara yang diselenggarakan harian Kompas bekerja sama dengan Bank BRI.
Pembicara dalam acara itu Bambang M, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian; Gati Wibawaningsih, Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian; Sony Harsono, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis Mikro BRI; dan Lin Che Wei, Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian. Hadir pula perwakilan petani dari Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jambi, Jawa Timur, Flores, Sumba, dan Papua. Diskusi itu dipandu Jannes Eudes Wawa, wartawan Kompas.
Bambang dalam paparannya mengatakan, angka produktivitas kopi saat ini baru 700 kg per hektar. Padahal potensi produksi bisa mencapai 3-4 ton per hektar per tahun. Sejumlah langkah strategis telah dilakukan pemerintah untuk menggenjot produksi kopi nasional.
Pengadaan bibit menjadi salah satu hal yang diperhatikan. Identifikasi plasma nutfah kopi dilakukan dan benih yang diberikan harus bersertifikasi. Alasannya, benih yang bagus akan memberikan hasil yang bagus pula pada kualitas dan kuantitas kopi.
”Kami juga mendorong anak muda untuk turut mengembangkan benih, mendorong pula adanya desa mandiri benih. Dengan demikian persoalan benih dan kualitasnya bisa terkurangi,” kata Bambang.
Di bidang perindustrian, menurut Gati Wibawani, sejumlah langkah juga telah diambil pihaknya. Salah satunya mendukung usaha kecil dan menengah untuk mengakses pasar lebih luas dan meningkatkan kualitas kopi petani dengan menyediakan peralatan pendukung.
Berikan diskon
Kementerian Perindustrian, kata Gati, secara kontinu mengajak pelaku usaha kecil untuk berpameran. ”Kami juga ada fasilitas bantuan peralatan. Bantuan yang dimaksud adalah potongan atau diskon pembelian peralatan semisal mesin kopi. Ada potongan harga 30 persen pembelian mesin kopi diberikan kepada petani atau pelaku UKM yang membeli mesin buatan dalam negeri. Sementara untuk pembelian produk mesin luar negeri, petani dan pelaku UKM bisa mendapatkan diskon 25 persen. Jadi jika harga mesin roasting dalam negeri senilai maksimal Rp 1,5 miliar, petani dapat diskon Rp 500 juta,” ujarnya.
Kebijakan ini dibuat agar petani tidak keberatan membeli peralatan kopi. Dengan peralatan yang baik, output kopi yang diperoleh petani bisa lebih baik dan berkualitas.
Untuk permodalan, Gati menambahkan, ada penurunan bunga dalam kredit usaha rakyat (KUR). Jika awalnya bunga mencapai 13 persen turun menjadi 9 persen, dan kini tinggal 7 persen. Bahkan akan diturunkan menjadi 3 persen.
”Jadi jika nanti petani atau UKM beli mesin kopi, bisa mengambil modal dari KUR dan mendapatkan diskon,” kata Gati.
Bank BRI, menurut Sony, juga mengambil peran untuk mendukung petani kopi. Jumlah dana yang diguyurkan terkait permodalan kopi mencapai Rp 1,4 triliun lebih. Sebanyak Rp 48 miliar di antaranya untuk permodalan hulu, Rp 800 juta untuk permodalan hilir, Rp 58 miliar untuk permodalan di tengah hulu-hilir dan Rp 500 miliar untuk perdagangan kopi.
”BRI dengan agen-agennya juga berusaha menjangkau kawasan terpencil. Layanan perbankan diharapkan bisa dijangkau walau berada di pelosok,” kata Sony.
Lin Che Wei menegaskan, hulu dalam industri kopi nasional memang perlu dibenahi. Saat ini dunia menghadapi tantangan yang sama, yakni pemanasan global. Diperkirakan pada 2050 jumlah lahan yang cocok untuk ditanami kopi akan berkurang sebanyak 50 persen.
Di sisi lain konsumsi kopi dunia akan meningkat dua kali lipat dibandingkan saat ini. Kondisi itu dipicu pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya pendapatan masyarakat dunia.
”Jadi, hulu kopi harus segera dibenahi dan diperbaiki. Saat ini yang terjadi hilir meledak tanpa disertai kesiapan di hulu. Jika dibiarkan, ledakan itu akan membuat problem yang serius di hilir,” ujar Lin Che Wei yang berharap pembenahan kopi perlu lebih fokus. (NIT/DIA)