JAYAPURA, KOMPAS - Dua puluh empat dari 30 narapidana yang kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Doyo, Kabupaten Jayapura, Papua, Minggu (22/7/2018) lalu, hingga kini masih buron. Enam di antaranya sudah ditangkap polisi.
Keenam narapidana tersebut ditangkap di sejumlah lokasi, sedangkan perburuan 24 narapidana lainnya masih berlangsung. "Kami telah menerjunkan tim beranggotakan sekitar 20 personel untuk mengejar mereka. Tim kami juga berkerjasama dengan Polda Papua dan Polres Jayapura," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua Sarlota Merahabia di Jayapura, Senin (23/7/2018).
Para narapidana kasus karkoba itu masih harus menjalani masa hukuman enam bulan hingga sembilan tahun. Dari 24 narapidana buron itu, sembilan dii antaranya adalah warga negara Papua Niugini. Mereka ditangkap karena mengedarkan narkoba jenis ganja di wilayah Papua.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal, seluruh narapidana yang masih buron tersebut telah ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Sejumlah informasi telah diketahui.
"Kami telah memiliki seluruh foto narapidana yang buron. Kami menghimbau agar pihak keluarga tidak menyembunyikan mereka," tutur Ahmad.
Unsur kelalaian
Atas kaburnya 30 narapidana itu, diduga terdapat unsur kelalaian dalam penjagaan. Salah satu indikasinya, pintu blok tidak dalam kondisi terkunci ketika ada ibadah di Lapas Doyo.
"Seharusnya pintu blok dikunci, karena banyak narapidana yang tidak mengikuti ibadah hari Minggu. Kami akan memeriksa sebanyak dua regu jaga. Setiap regu berjumlah tujuh orang," tuturnya.
Sarlota menambahkan, kondisi Lapas yang telah berusia 20 tahun itu banyak memiliki blok dengan kondisi rusak. Selain itu, lanjutnya, daya tampung lapas tersebut sudah melebihi kapasitas penghuni.
Hanya terdapat 20 penjaga untuk mengamankan 478 narapidana di Lapas Doyo. Adapun kapasitas lapas hanya untuk menampung 300 orang.
"Kami telah berulang kali mengajukan usulan perbaikan blok sel Lapas Doyo ke Kementerian Hukum dan HAM. Namun, usulan ini belum direspons hingga kini," tambah Sarlota.