UNGARAN, KOMPAS — Tata niaga susu sapi dari para peternak di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, tiga tahun terakhir semakin terbuka. Industri pengolahan susu tidak lagi memonopoli perdagangan seiring permintaan koperasi dan kafe-kafe dengan sajian susu segar.
Sekretaris Dinas Pertanian, Perikanan, dan Pangan Kabupaten Semarang, Samsul Hidayat, di Ungaran, Selasa (24/7/2018), mengatakan, sebelum 2015, peredaran susu sapi perah rakyat dimonopoli industri pengolahan susu (IPS) tertentu. Kondisi tersebut merugikan peternak karena kerap kali pihak IPS menolak penyerapan karena alasan rendahnya kualitas. Namun, mulai 2015, perdagangan susu lebih terbuka.
”Saat ini, perdagangan susu relatif sudah terkontrol. Susu sapi peternak terserap melalui sejumlah koperasi atau penampung. Hal itu juga mendorong para peternak semakin meningkatkan kualitas susu yang dihasilkan,” ujar Samsul.
Menurut Samsul, kini mulai banyak koperasi dan pengumpul susu yang menerima suplai dari para peternak sapi perah rumahan. Koperasi juga umumnya memiliki pendingin susu dan armada untuk mengantar susu ke industri. Banyaknya penyerapan membuat peternak lebih serius menghasilkan susu sapi berkualitas.
Berdasarkan data Dinas Pertanian, Perikanan, dan Pangan Kabupaten Semarang, hingga Juni 2018, terdapat 25.597 sapi perah di Kabupaten Semarang. Kawasan utama penghasil susu sapi, yakni Kecamatan Getasan, dengan sejumlah koperasi, seperti Koperasi Andini Luhur Jetak dan Koperasi Wahyu Agung.
Adapun data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jateng mencatat, produksi susu di provinsi tersebut pada 2014 mencapai 98.493 ton, tetapi pada 2015 turun menjadi 95.512 ton. Tahun 2016 naik lagi menjadi 99.996 ton dan 2017 sebanyak 100.997 ton. Kabupaten Boyolali menjadi sentra sapi perah terbesar di Jateng dengan 92.619 ekor, disusul Kabupaten Semarang dengan 25.557 ekor (2017).
Jaga kualitas
Peternak sapi asal Desa Samirono, Getasan, Suparman (67), mengatakan, saat ini harga jual susu sapi perah ke koperasi adalah Rp 4.500 per liter. ”Harga susu tak pernah turun, tetapi naiknya pun lambat. Tentu kami semua berharap harganya bisa lebih tinggi lagi. Namun, kami harus punya posisi tawar juga,” ujarnya.
Suparman menambahkan, dari enam sapi yang dimilikinya, dihasilkan 50 liter susu segar per hari atau pendapatan sekitar Rp 225.000. Sementara biaya produksi untuk pakan konsentrat, air, dan upah tenaga sekitar Rp 150.000. Kualitas susu dapat ditingkatkan dengan menambah pakan, tetapi saat dijual akan rugi.
Peternak lainnya, Sugiman (45), juga mengatakan, biaya penyediaan pakan sapi perah menjadi yang paling memberatkan. Selama ini, dia mencoba mengelola ternak dengan baik. Namun, saat kekurangan biaya, dia memberi makan sapi seadanya dan yang terutama tetap menghasilkan susu setiap hari.
Jaga kualitas
Samsul mengemukakan, selain turut mengawasi kualitas susu sapi perah, pihaknya juga berupaya membina para peternak. ”Karena bagaimanapun, pakan ternak yang baik akan menghasilkan susu yang baik. Kami dorong agar pengelolaannya semakin baik,” ujarnya.
Samsul berharap susu sapi perah dari Kabupaten Semarang juga dapat berkontribusi positif bagi persusuan nasional. Terlebih, pemerintah pusat tengah berupaya meningkatkan produksi susu segar dalam negeri, salah satunya melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2017.
Dalam Permentan No 26/2017, pelaku usaha wajib bermitra dengan peternak, gabungan kelompok peternak, dan atau koperasi melalui pemanfaatan susu segar dalam negeri. Bahkan, peternak juga wajib diberi pembinaan oleh pemerintah, pelaku usaha, dan koperasi.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.