Kadin Dorong Penyelesaian Sengketa Niaga di Badan Arbitrase
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kamar Dagang dan Industri Surabaya mengimbau para pengusaha menyelesaikan sengketa niaga bukan melalui pengadilan umum, melainkan Badan Arbitrase Nasional Indonesia.
”Penyelesaian di BANI bisa saya katakan lebih cepat sehingga barangkali bisa lebih murah,” ujar Ketua Kadin Surabaya Jamhadi saat peresmian gedung renovasi BANI Perwakilan Surabaya, Rabu (25/7/2018) di Surabaya.
Namun, belum banyak pengusaha yang ingin menyelesaikan sengketa di BANI. Di sisi lain, penyelesaian sengketa di pengadilan kurang disukai. Sebabnya, antara lain, waktu bisa lebih lama jika putusan terhadap sengketa tidak diterima sehingga perlu banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Pengadilan umum bersifat terbuka sehingga jarang pengusaha ingin masalah atau sengketa niaga dengan pihak lain diketahui oleh publik.
”Di BANI, arbiter (majelis hakim) ditunjuk masing-masing pihak yang bersengketa. Di sini yang dicari adalah penyelesaian sengketa dengan prinsip diterima dan dipatuhi yang bersengketa,” kata Jamhadi.
BANI Surabaya didirikan Kadin Surabaya dan beroperasi sejak 1995. Kurun 30 tahun terakhir, menurut Ketua BANI Surabaya Hartini Mochtar Kasan, BANI telah menangani dan menyelesaikan 150 sengketa niaga. ”Meski BANI didirikan Kadin, lembaga ini tidak berada di bawah Kadin. BANI adalah lembaga independen. Singkat kata, ini pengadilan swasta untuk sengketa niaga,” katanya.
Wakil Ketua BANI Anangga Roosdiono menyatakan, BANI Arbitration Center di Jakarta didirikan Kadin pada 1977. BANI memiliki 76 arbiter berkewarganegaraan Indonesia dan 74 arbiter berkewarganegaraan mancanegara. BANI telah menyelesaikan paling sedikit 1.300 sengketa niaga yang 14 persen di antaranya memerlukan eksekusi dari pengadilan umum.
Anangga mengatakan, keputusan penyelesaian sengketa di BANI bersifat final dan mengikat. Mengapa demikian? Karena prinsip penyelesaian sengketa di BANI harus disetujui dua pihak yang bersengketa. Jika sengketa niaga disepakati diselesaikan di BANI, jalur legitasi atau lewat pengadilan umum tidak diperlukan. Namun, keputusan BANI tetap harus didaftarkan ke pengadilan setempat.
Menurut Anangga, penyelesaian sengketa niaga di BANI menjamin kerahasiaan. ”Mediasi (sidang) bersifat tertutup atau tidak boleh diikuti mereka yang tidak berkepentingan. Jika terjadi kebocoran oleh arbiter atau pihak yang bersengketa, berarti melanggar prinsip BANI itu sendiri yang menjaga kerahasiaan penyelesaian sengketa,” katanya.
Ketua Institut Arbiter Indonesia (Iarbi) Agus Kartasasmita mengatakan, penyelesaian sengketa di BANI bisa dikatakan memiliki tingkat kepuasan tinggi. Itu dilihat dari cuma 14 persen penyelesaian sengketa lewat BANI yang masih harus disempurnakan lewat eksekusi oleh pengadilan umum. ”Artinya, 84 persen keputusan di BANI dapat diterima dan dilaksanakan secara mandiri oleh mereka yang bersengketa,” katanya.
Agus kembali mengatakan, prinsip penyelesaian sengketa di BANI harus disetujui pihak yang bersengketa. Kemudian, masing-masing pihak yang bersengketa menunjuk arbiter yang dipercaya. Kedua arbiter kemudian menunjuk satu arbiter lagi sebagai ketua mediasi. Dari sini dapat diyakini bahwa pihak yang bersengketa percaya kepada para arbiter bahwa mereka dapat menyelesaikan sengketa dengan baik. Dengan demikian, tidak berlebihan jika lebih banyak keputusan BANI segera bisa dilaksanakan.