AMBON, KOMPAS - Laporan ihwal bencana kelaparan yang melanda warga komunitas adat terpencil Mause Ane di Desa Maneo Rendah, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, telah disampaikan kepada pemerintah daerah setempat 10 Juli lalu. Namun, hingga Selasa (24/7/2018) atau dua minggu setelah laporan itu, para korban belum menerima bantuan.
Bantuan untuk para korban baru diantar anggota TNI secara bergelombang kemarin. Tim pertama yang membawa bantuan makanan diberangkatkan pada Selasa pagi, lalu tim kedua membawa obat-obatan beserta sejumlah tenaga medis berangkat pada Selasa siang.
Tim pertama diperkirakan tiba di lokasi pada Rabu dini hari. ”Ini masalah kemanusiaan. TNI tidak bisa menunggu lama. Khawatir kondisi korban semakin parah,” kata Kepala Penerangan Kodam Pattimura Kolonel Sarkistan Sihaloho.
Perjalanan dari Masohi, ibu kota kabupaten, ke lokasi itu ditempuh lebih dari satu hari. Setelah 7 jam menggunakan mobil, lalu berjalan kaki sekitar 30 kilometer dengan medan menanjak tajam, turunan terjal, dan menyeberang sungai. Tim dari Polda Maluku diperkirakan tiba di tempat persinggahan ini Rabu dini hari.
Berdasarkan kronologi kejadian, setelah kematian tiga orang akibat kelaparan, yakni dua anak balita dan satu lansia pada awal Juli, Kepala Desa Maneo Rendah melaporkan kondisi itu ke Bupati Maluku Tengah Abua Tuasikal pada 10 Juli. Dua hari setelah laporan itu, Abua memerintahkan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku Tengah untuk menindaklanjutinya.
Satu minggu kemudian, yakni 19 Juli, tim BPBD baru turun ke lokasi untuk mengidentifikasi laporan itu. Hasilnya, warga kini kehabisan makanan, mereka menanti bantuan makanan. Untuk sementara, mereka bertahan hidup dengan mengonsumsi pucuk dedaunan dan minum air. Sepulang dari lokasi itu, tim baru membuat laporan tertanggal 23 Juli.
Dalam laporan itu tertulis, bantuan baru akan dikirim pada Rabu ini. ”Itu pun kalau tidak ada kendala keuangan. Kami akan usahakan,” ujar Kepala BPBD Kabupaten Maluku Tengah Mori Latuconsina. Mori sedang dinas di Jakarta.
Mori menolak jika Pemkab Maluku Tengah dinilai lambat menangani masalah. Menurut dia, ada mekanisme dalam pemerintahan yang harus dilalui dalam pengambilan kebijakan, termasuk tanggap darurat seperti saat ini. ”Siapa juga yang mau prestasinya turun gara-gara ini. Semua kita punya rasa kemanusiaan,” katanya.
Wardis Girsang, pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, menilai pemerintah tidak mengantisipasi potensi kekurangan pangan setelah kebakaran dan serangan hama. ”Pemerintah daerah memang tidak pernah menganggap warga terpencil,” ujar Wardis. (FRN)