Rumah Sakit Berbasis Maritim Dibangun di Ambon
Rumah sakit rujukan vertikal berbasis maritim akan dibangun di Ambon, Maluku. Tujuan pembangunan itu adalah memperkuat dan meratakan layanan kesehatan. RS dilengkapi dengan helikopter dan kapal laut.
AMBON, KOMPAS Kementerian Kesehatan membangun rumah sakit rujukan vertikal berbasis maritim pertama di Indonesia. Rumah sakit yang terletak di Kota Ambon, Maluku, itu akan dilengkapi sarana transportasi laut dan udara demi mobilisasi pasien yang tinggal di kepulauan.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek bersama Gubernur Maluku Said Assagaff secara simbolis melakukan peletakan batu pertama di lokasi pembangunan di Desa Rumah Tiga, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Rabu (25/7/2018).
Menurut Nila, konsep kemaritiman didasarkan kondisi Maluku yang terbagi dalam 12 gugus pulau. Dengan kondisi itu, pelayanan akan dilakukan secara bertahap dari simpul-simpul di setiap gugus pulau hingga penanganan tingkat akhir di rumah sakit rujukan.
Untuk memperkuat pelayanan di pulau-pulau, akan beroperasi puskesmas keliling. Saat ini, banyak pulau tidak ada pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, warga di Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya, hingga kini harus berobat ke Timor Leste. Di Maluku terdapat sekitar 300 pulau yang dihuni penduduk.
Layanan rumah sakit umum daerah (RSUD) di ibu kota kabupaten diperkuat sehingga dapat membantu pasien secara maksimal. Jika RSUD tidak mampu, pasien akan dirujuk ke Ambon. Mobilisasi pasien dibantu pemerintah daerah dan rumah sakit yang dikelola Kementerian Kesehatan tersebut. ”Nanti ada helikopter,” ujar Nila.
Selain pelayanan ke pulau-pulau, rumah sakit akan menyediakan layanan hiperbarik. Layanan oksigen murni itu biasanya diberikan bagi orang yang mengalami gangguan akibat aktivitas bawah air seperti menyelam.
”Masyarakat Maluku menyampaikan terima kasih kepada pemerintah,” kata Said.
Namira Lessy, warga Ambon, menuturkan, tahun 2011 ada keluarganya mengalami gangguan jantung sehingga harus dioperasi. Karena tak bisa dirawat di Ambon, pasien dirujuk ke Surabaya, Jawa Timur. Keluarga lain menderita hepatitis dan harus dirawat di Makassar. Karena di luar daerah, biaya transportasi dan akomodasi untuk pasien dan keluarga selama masa pengobatan dan perawatan dirasa berat.
Rumah sakit di lahan 4,7 hektar dengan biaya konstruksi Rp 217,7 miliar tersebut diperkirakan bisa beroperasi tahun 2019. Rumah sakit terdiri dari 8 lantai dan diisi 450 tempat tidur.
Kasus kelaparan
Sebagian warga komunitas adat terpencil Mause Ane di Desa Maneo Rendah, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, yang mengalami kelaparan, sudah mendapatkan bantuan. Bantuan pertama dari TNI diterima Rabu pagi. Bantuan terus berdatangan ke lokasi dari Polda Maluku, Kementerian Sosial, dan pemerintah daerah.
Kepala Penerangan Kodam XVI/Pattimura Kolonel Sarkistan Sihaloho mengatakan, sebagian warga sudah turun dari gunung. Di lokasi, anggota TNI menemukan sejumlah warga yang sakit. ”Satu warga sakit kena muntaber karena minum air kali yang kotor,” ujarnya.
Akibat kelaparan, tiga orang dilaporkan meninggal. Warga yang sakit langsung ditangani tim dokter dan perawat dari TNI. Menurut rencana, Kamis, Panglima Kodam Pattimura Mayor Jenderal Suko Pranoto akan meninjau lokasi dengan helikopter.
Menteri Nila menyatakan, sudah mendapat laporan. Menurut dia, penanganan masalah kelaparan dan gizi buruk tak dapat diselesaikan hanya dengan pemberian bantuan. Diperlukan pembangunan infrastruktur dan pendampingan bagi warga.
RS terapung
Rumah Sakit Terapung (RST) Ksatria Airlangga kembali menggelar pelayanan kesehatan gratis di 10 daerah kepulauan di Jawa Timur hingga Maluku. Pelayanan RST Ksatria Airlangga yang diinisiasi oleh Ikatan Alumni Universitas Airlangga itu menggunakan kapal pinisi sehingga mampu menjangkau daerah kepulauan.
Direktur RST Ksatria Airlangga, Agus Hariyanto, Rabu di Surabaya, mengatakan, pelayaran kesehatan akan dimulai pada 6 Agustus hingga 12 Oktober 2018.
Sepuluh daerah tujuan pelayanan adalah Kepulauan Kangean (Jatim), Nusa Penida (Bali), Pulau Moyo (NTB), dan Pulau Alor (NTT). Berlanjut ke pulau-pulau di Maluku, yakni Pulau Liran, Wetar, Kisar, Leti, Moa, dan Lakor.
Dalam pelayaran, kapal membawa sekitar 40 tenaga medis, baik dokter maupun perawat. Dokter yang terlibat antara lain spesialis bedah, spesialis anestesi, spesialis kandungan, spesialis penyakit dalam, dan spesialis anak. (FRN/SYA)