BANDUNG, KOMPAS - Kepolisian Daerah Jawa Barat membongkar kasus dugaan perdagangan manusia Indonesia ke China. Para pelaku menggunakan modus baru saat menjerat korban yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, hingga DKI Jakarta.
”Korban total ada 18 perempuan, berusia 16-31 tahun. Enam orang di antaranya diselamatkan saat masih di tempat penampungan di Jakarta Utara. Sementara 12 orang lain kini telanjur berada di China,” kata Kepala Polda Jabar Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto di Bandung, Kamis (26/7/2018).
Menurut Agung, modus para pelaku terbilang baru. Mereka membujuk korban dengan janji hidup sejahtera di China. Caranya dengan bekerja sebagai duta seni Indonesia hingga dinikahi lelaki setempat. Rata-rata korban berasal dari keluarga tidak mampu.
Ternyata, para korban hanya mendapat pekerjaan sebagai buruh tani dengan kontrak per tiga bulan. Mereka juga dikawin kontrak dan kerap mendapat kekerasan fisik dari suaminya.
”Sejak Desember 2017, korban disebar di beberapa kota, di antaranya Nanyang dan Shenzhen,” katanya.
Agung mengatakan, kasus terbongkar setelah salah satu korban, Y asal Tangerang, Banten, melarikan diri dari tempat penampungan sementara. Ia kabur setelah mendengar kabar dari salah satu korban yang sudah berada China tentang janji palsu para pelaku. Didampingi Irfan Arifian, penasihat hukum asal Jabar, Y melaporkan kasus ini ke Polda Jabar pada 27 Juni lalu.
Setelah menerima laporan, polisi bergerak cepat. Mereka menciduk tiga dari empat tersangka yang diduga kuat jadi pelaku utama kasus ini pada 6-8 Juli 2018. Ketiga orang itu adalah CGS, warga negara China, serta TDD dan YH, warga negara Indonesia. Para pelaku ditangkap bersama lima korban yang belum diberangkatkan ke China di tempat penampungan sementara. Satu tersangka lain, TMK, warga China, masih buron.
Menurut Agung, TDD dan YH bertugas mencari korban dan membujuk keluarga agar melepas anaknya dengan imbalan Rp 10 juta. Mereka mencari dan berkenalan dengan korban melalui media sosial. Sementara CGS dan TMK mendistribusikan para korban ke sejumlah daerah di China.
”Untuk mencari12 korban lain, kami bekerja sama dengan Interpol, Kementerian Luar Negeri, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk China di Beijing,” kata Agung.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Komisaris Besar Umar Surya Fana menuturkan, kawin kontrak kerap menjadi pintu kasus penipuan dan kekerasan pada perempuan Indonesia. Praktik ini pernah dilakukan warga negara Taiwan dan Hong Kong di Pontianak, Kalimantan Barat. Biasanya, para pelaku memilih perempuan etnis China. Praktik ini juga dilakukan lelaki dari beberapa negara Timur Tengah di Bogor.
”Kali ini, pelaku tidak mempersoalkan etnis. Kawin kontrak pun dilakukan di China. Kemungkinan untuk menutupi identitas lelaki yang menikahi para korban,” katanya.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Nella Sumika Putri, mengatakan, kemiskinan masih menjadi motif utama di balik kasus ini. Pelaku mengeksploitasi kesulitan hidup yang dialami korban.
”Para korban dan keluarganya butuh pendampingan semua pihak, termasuk pemerintah, tentang tata cara dan prosedur bekerja di luar negeri. Jika tidak, kasus serupa bakal terus menjerat banyak korban lain,” katanya. (SEM)