Gagal Panen Tak Terhindarkan
Sejumlah petani di Lamongan, Jawa Timur, masih ada yang nekat menanam padi. Koordinasi lintas sektor baru akan digelar Kementerian Pertanian di Indramayu, Jawa Barat.
CIREBON, KOMPAS Gagal panen akibat kekeringan di sentra-sentra pangan nasional kian meluas. Selain merugikan petani, produksi padi pun dipastikan berkurang. Petani mendesak pemerintah menyelesaikan masalah menahun tersebut.
Pada Jumat hingga Minggu (27-29/7/2018), sawah puso tidak hanya terpantau di Kecamatan Losarang, Kandanghaur, dan Gabuswetan, Kabupaten Indramayu, tetapi juga di Kecamatan Pangenan, Cirebon, Jawa Barat. Sawah di daerah itu umumnya dibiarkan menganggur.
Tanaman padi berusia 60-75 hari kering kecoklatan. Bulir padi kehitaman seperti gosong, bahkan putih dan hampa. Tanah retak dan terbelah.
Jaringan irigasi dangkal mengering, menyisakan sampah plastik. Pipa plastik yang tadinya putih berubah kecoklatan akibat menyedot lumpur. Petani juga mengeluarkan biaya tambahan, berlomba menyedot sisa air di jaringan irigasi.
”Dari 3 hektar sawah yang saya garap, 1 hektar gagal panen. Yang lain enggak bagus. Paling yang jadi hanya 50 persen,” ujar Dayuna (45), petani di Desa Rawaurip, Pangenan, Minggu kemarin. Ia terpaksa memanen lebih awal agar tak semua lahannya puso. Saat normal, ia mampu meraup 5 ton gabah kering giling (GKG) per hektar.
Musim ini, ia telah mengeluarkan Rp 3 juta hanya untuk air di area tanpa irigasi itu. Itu belum termasuk biaya tanam Rp 24 juta untuk 3 hektar.
Kepala Seksi Serealia Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Iwan Mulyawan mengakui terjadi puso di timur Cirebon, seperti Pangenan. Wilayah itu yang terakhir mendapat pasokan air dari Waduk Darma, Kuningan.
”Kami masih menghitung jumlah sawah yang puso,” ujar Iwan. Sebelumnya, tercatat sekitar 145 hektar sawah terancam gagal panen akibat kekeringan. Daerah rawan kekeringan juga terdapat di Kecamatan Suranenggala dan Kapetakan (Kompas, 19/7/2018).
Di Indramayu, sedikitnya 2.000 ha sawah puso di Kandanghaur, Losarang, dan Gabuswetan. Daerah itu wilayah akhir yang mendapat pasokan air dari Saluran Induk (SI) Cipelang. Berdasar data Unit Pelayanan Teknis Daerah Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, 2.061 ha sawah tidak dapat diselamatkan.
Jumlah luasan puso dapat meluas jika tidak ada pasokan air beberapa hari ke depan. Apalagi, puncak musim kemarau diprediksi masih akan berlangsung pada Agustus-September.
”Dari lahan satu bahu (7.000 meter persegi), hanya 100 bata (1.400 meter persegi) yang bisa selamat. Itu pun kalau ada air,” ujar Taska (60), petani di Desa Karangmulya, Kandanghaur.
Indramayu memiliki lahan 116.000 ha dan produksi hingga 1,7 juta ton GKG per tahun. Dengan 2.000 ha sawah puso, Indramayu kehilangan 12.000 ton GKG jika produksi rata-rata 6 ton GKG per hektar. Padahal, Jabar penyumbang 17 persen kebutuhan beras nasional.
Saat dikonfirmasi, Sekretaris Dinas Pertanian Indramayu Takmid mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung untuk mengantisipasi kekeringan. ”Memang ada (yang puso), tetapi tidak mencapai ribuan,” ucapnya.
Nekat menanam
Di Lamongan, Jawa Timur, sejumlah desa mulai meminta pasokan air bersih. Di Gresik, daerah tetangga Lamongan, sejumlah petani di Mojopetung, Kecamatan Dukun, nekat menanam padi di tengah kesulitan air dan waduk yang mengering.
”Ini untung-untungan saja (spekulasi). Kalau panen syukur, kalau tidak, ya, bukan rezeki,” kata Supardi (56), petani di Desa Mojopetung. Ketersediaan air sudah sangat tipis.
Di Gresik, setidaknya 26 desa di sejumlah kecamatan, seperti Benjeng, Cerme, Kedamean, Balongpanggang, Manyar, Dukun, dan Sedayu terdampak kekeringan. Waduk-waduk untuk irigasi mengering, telaga sumber air untuk mandi cuci kakus juga kerontang.
Dihubungi di Jakarta, Penanggung Jawab Upaya Khusus Padi Jagung dan Kedelai Jabar Kementerian Pertanian Banun Harpini mengatakan, rapat koordinasi lintas sektoral mengatasi masalah kekeringan akan digelar di Indramayu, Selasa besok. Namun, sejumlah petani menilai antisipasi yang dilakukan sudah terlambat. Gagal panen kian meluas, diikuti krisis air bersih. (IKI/ACI)