KUPANG, KOMPAS - Tugas Badan Pemeriksaan Keuangan Negara hanya melakukan menghitung kerugian negara. Kerugian negara itu bisa karena kesalahan administrasi pelaporan, bisa juga karena penyalahgunaan kewenangan. Tetapi BPK tidak memiliki kewenangan memastikan, kerugian negara itu perlu diproses hukum atau tidak.
Demikian antara lain disampaikan Kepala Sub Auditorial II Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT), Beben Adna Bokin ketika menjadi pembicara pada seminar Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas) Provinsi NTT di Kupang, Selasa (31/7).
Ia mengatakan, melalui Bakohumas NTT, dapat dipahami bersama soal tugas dan fungsi BPK, Polri, Jaksa, dan KPK.
“Peran dan tugas BPK hanya menghitung kerugian negara, terkait pemakaian dana itu untuk pembangunan masyarakat. BPK tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait kasus penyalahgunaan kewenangan. BPK hanya melakukan pemeriksaan, pengauditan, dan memastikan ada kerugian negara atau tidak. Atau sejauh mana uang negara itu dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat,”kata Bokin.
Jika ada temuan dari BPK bahwa terjadi kerugian negara, BPK tidak serta merta memastikan, itu akibat penyalahgunaan kewenangan. Kerugian negara ada dua jenis, yakni kesalahan administrasi. Terjadi kekeliruan melakukan pelaporan pemanfaatan keuangan negara seperti pengeluaran uang tidak masuk di dalam berkas pelaporan pengeluaran, tetapi ada nota atau kuitansi belanja.
Tetapi ada pula kerugian negara karena penyalahgunaan kewenangan. Misalnya, uang habis digunakan tetapi tidak ada bukti pengeluaran secara administrasi, termasuk diantaranya bukti nota (kuitansi belanja) dari toko atau perusahaan.
Namun kerugian negara karena menyalahgunakan kewenangan seperti itu, menjadi tanggung jawab polisi, jaksa, dan KPK. Mereka berhak melakukan penyelidikan dan penyidikan atau dugaan kerugian negara seperti itu.
Ia mengatakan, jika setiap instansi secara tertib, akurat, jujur, dan transparan mengelola keuangan di instansi masing-masing, tidak perlu khawatir atau resah, jika ada pemeriksaan dari BPK. Apabila ada instansi yang merasa resah, takut, dan gelisah ketika ada pemeriksaan dari BPK, itu patut dipertanyakan.
Kegiatan itu mengusung tema “Sinergisitas Peran Pemerintah NTT dalam Perencanaan, Pengawasan, dan Evaluasi Pembangunan di NTT”. Turut hadir sebagai nara sumber, Kepala Bappeda NTT.
Ia mengatakan, BPK hanya melakukan pemeriksaan atau pengauditan. Polisi, jaksa, dan KPK melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk kepentingan hukum.
Secara teknis dan metodologi, kedua hal ini berbeda. BPK hanya bertugas menghitung kerugian negara. Apakah ini melawan hukum atau bukan, itu kewenangan polisi, jaksa, dan KPK.
Ia juga menyampaikan visi dan misi BPK, yakni tercipta lembaga pemeriksa yang berkualitas dengan mengedepankan prinsip bebas, mandiri, berintegritas, independen, dan profesional. BPK tidak punya kewenangan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program termasuk kegiatan pemerintah.
“BPK baru bisa melakukan pemeriksaan setelah dua bulan, pelaksanaan program tahun anggaran itu selesai. Memang ada audit selam perjalanan program, tetapi itu sekedar untuk konsumsi internal BPK, tujuannya untuk mendukung pemeriksaan akhir tahun anggaran atau proyek itu selesai dikerjakan,”kata Bokin.
Tiga jenis pemeriksaan oleh BPK, yakni keuangan, kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuangan mengenai pengelolaan keuangan pusat dan daerah. Pemeriksaan kinerja terkait dengan aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas kegiatan yang dibiayai negara. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, yakni pemeriksaan terkait hal lain dan pemeriksaan itu bersifat investigatif.
Pemeriksaan ini bakal melahirkan opini penilaian dari BPK, yakni wajar tanpa pengecualian (WTP), wajar dengan pengecualian (WDP), tidak memberikan pendapat atau disclaimer dan tidak wajar.
Ada pihak yang merasa aneh, setelah diberikan opini WTP tetapi kemudian pejabat di lingkup pemerintahan tersebut, terlibat kasus korupsi. Kejadian-kejadian seperti ini karena ekses. Opini yang dibuat BPK, sesuai standar pemeriksaan.
Provinsi NTT meraih opini WTP tahun 2015, 2016, dan 2017. Kabupaten Sumba Timur meraih WTP tahun 2015 dan 2016, sementara tahun 2017 Sumba Timur meraih opini dari BPK, WDP. Kabupaten Sikka meraih WTP tahun 2016 dan tahun 2017.
Kepala Bappeda NTT Wayan Darmawan mengatakan, hasil temuan BPK menjadi input bagi pemprov NTT melalui peran inspektorat. Setiap proses perencanaan, termasuk menyusun RKPD, diadakan “review” oleh inspektorat.
Bappeda memberikan catatan kepada inspektorat untuk melihat kembali perencanaan dalam tiga tahun terakhir, bagian titik lemahnya di mana. Identifikasi ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan yang sama.
Proses perencanaan oleh Bappeda NTT dalam bentuk e-planning, yang diawasi langsung KPK. Perlu perbaikan proses, terutama usulan-usulan input harus optimal dan terukur.