MANADO, KOMPAS - Kerusakan sebagian waruga, kubur batu berusia tua di Sulawesi Utara, disebabkan maraknya penjarahan benda-benda kuno isi waruga. Penjarahan peninggalan zaman megalitikum itu berlangsung masif setiap waktu tanpa tindakan pencegahan dari aparat ataupun pemerintah.
Sejarawan Minahasa, Bode Talumewo, di Manado, Sulut, Senin (30/7/2018), mengungkapkan, penjarahan isi waruga dilakukan sejumlah oknum yang kemudian menjualnya ke sejumlah kolektor benda kuno di Pulau Jawa dan luar negeri.
Bode menaksir jumlah waruga tersisa sebanyak 2.000 lebih dan tersebar pada 114 lokasi di Kabupaten Minahasa Utara, Kota Manado, Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kabupaten Minahasa. Sebagian waruga dalam kondisi rusak tanpa kepala.
Waruga menjadi perhatian masyarakat adat Minahasa terkait pro-kontra relokasi 35 waruga, menyusul proyek pembangunan Waduk Kuwil senilai Rp 1,4 triliun yang didanai APBN. Waduk Kuwil mulai dibangun pada 2016 dan dijadwalkan selesai 2020.
Sebagian waruga yang dipindahkan dari lokasi lama di Kuwil Kawangkoan, Kecamatan Kalawat, Minahasa Utara, ke tanah adat Kinengkoan yang berjarak 600 meter, kondisi umumnya rusak. Warga memprotes proses pemindahan dengan menggunakan alat berat itu.
Menurut Bode, sejumlah waruga juga rusak akibat proses relokasi di sejumlah tempat sebagai dampak dari pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, hingga waduk di Minahasa Utara, Tomohon, dan Manado.
Secara massal
Penjarahan isi waruga berupa piring, sendok, keris, manik-manik, dan perhiasan orang meninggal itu berlangsung massal. Untuk mengambil isi waruga, ungkap Bode, para penjarah biasanya terlebih dulu merusak tubuh waruga dengan menggergaji penutupnya. Bahkan, penutup waruga dengan relief zaman kuno biasanya turut diambil.
”Di beberapa lokasi di Minahasa Utara, banyak warga menyaksikan aksi penjarahan, tetapi tidak berdaya karena merasa bukan pemilik. Waruga seperti tidak bertuan,” ujar Bode.
Kepala Dinas Kebudayaan Sulut Ferry Sangian mengatakan, penjarahan waruga terjadi di hampir semua lokasi waruga. Oleh karena itu, Pemprov Sulut akan membentuk satuan tugas pengamanan situs benda purbakala yang dapat bertindak represif.
Menurut Ferry, perlindungan atas situs budaya kuno menjadi penting demi memelihara sekaligus mempertahankan budaya orang Minahasa. ”Kami akan menganggarkan satuan tugas tersebut dalam perubahan anggaran tahun ini,” katanya.
Widiati, Kepala Subdirektorat Pelestarian Cagar Budaya Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyebutkan, waruga baru didaftarkan menjadi benda cagar budaya. (ZAL)