Aparatur Pemerintahan Desa Didorong Dapatkan Jaminan Sosial
Oleh
Dahlia Irawati
·4 menit baca
Malang, Kompas – Aparatur pemerintahan desa didorong mendapatkan jaminan sosial berupa jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKM), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan pensiun (JP). Pendanaan iuran jaminan sosial tersebut akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanda Desa (APBDesa). Jaminan sosial tersebut dinilai akan memberikan kesetaraan kesejahteraan aparatur desa seperti aparatur sipil negara (ASN).
Hal itu dijelaskan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto, Rabu (1/8/2018), di sela-sela Sarasehan Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan Desa Wilayah Kerja Balai Besar Pemerintahan Desa di GOR Ken Arok Kota Malang, Jawa Timur.
Dalam kesempatan itu, Mendagri menjelaskan pentingnya penguatan kapasitas aparatur pemerintahan desa di seluruh Indonesia. Baik dalam merencanakan pembangunan desa, maupun pelaporan keuangannya.
Adapun untuk menjamin kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa, pemerintah mendorong aparatur desa tersebut untuk mengikuti jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan. Payung hukum program tersebut adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 20 tahun 2018 pasal 20 ayat 1 dan 4.
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 huruf A, dianggarkan untuk pengeluaran penghasilan tetap, tunjangan, penerimaan lain, dan pembayaran jaminan sosial bagi kepala desa dan perangkat desa serta tunjangan BPD. Dalam pasal itu disebutkan bahwa pembayarannya dianggarkan dari kemampuan APBDes.
“Kami ingin ada jaminan BPJS untuk kepala desa dan perangkat desa, dan kartu sehat serta kartu pintar untuk anak-anaknya. Termasuk anggota POLRI dan TNI,” kata Tjahjo.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengatakan bahwa sarasehan tersebut merupakan perwujudan dari keseriusan Kementerian Dalam Negeri dalam memberikan perlindungan kepada aparat pemerintahan desanya. Program perlindungan atas risiko sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan itu ditujukan kepada seluruh aparatur pemerintahan desa yang tersebar di 74.957 desa di Indonesia.
“Aparatur pemerintahan desa akan terlindungi oleh program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua (JHT) serta Jaminan Pensiun (JP) yang iurannya dibayarkan melalui APBDes. Dengan mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan, para perangkat desa memiliki kesetaraan kesejahteraan dengan Aparatur Sipil Negara (ASN),” kata Agus.
Agus menambahkan, keikutsertaan pemerintah desa tersebut disesuaikan dengan kemampuan desa. Bisa hanya ikut jaminan sosial minimal yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian dengan nilai iuran Rp 81.000 per bulan, atau ikut empat program jaminan sekaligus dengan nilai iuran Rp 138.600 per bulan.
Dengan mengikuti empat jaminan sosial, Agus mengatakan aparatur desa akan bisa mendapatkan dana pensiun seperti pegawai negeri. “Syaratnya sudah mengiur minimal 15 tahun. Kalau belum 15 tahun, maka dana pensiun akan dibayarkan seketika saat ia pensiun. Namun kalau sudah ikut selama 15 tahun, akan dibayarkan setiap bulan dengan nilai 40 persen dari upah yang dilaporkan sampai dia meninggal dunia. Dan kalau ia meninggal dunia, maka dana pensiun akan diberikan ke janda atau dudanya, atau ke anaknya sampai usia 23 tahun,” kata Agus.
“Saya kira ini program pemerintah yang luar biasa. Sehingga kalau aparatur desa diikutkan, ini setara dengan pegawai negeri sipil. Ini untuk meningkatkan derajat kesejahteraan aparatur desa setara dengan aparatur sipil negara (ASN),” kata Agus.
Hingga saat ini menurut Agus sudah ada 18.870 desa di Indonesia mengakomodasi jaminan sosial ketenagakerjaan. Atau, sebanyak 185.826 aparatur desa sudah mengikuti jaminan sosial ketenagakerjaan.
Dalam kesempatan itu, Mendagri juga mengajak pemerintahan desa mencermati empat tantangan yang harus diantisipasi ke depannya. Di antaranya, persoalan radikalisme. Menurut Tjahjo, aparatur desa harus berani menentukan sikap terhadap perorangan atau kelompok yang ingin mengubah UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan nasionalisme bangsa.
“Tantangan berikutnya adalah narkoba, ketimpangan sosial, dan korupsi. Aparatur desa harus bisa mencermati area rawan korupsi. Sebab per hari ini ada 349 pejabat pemerintahan terjerat korupsi,” katanya.
Udi Hartoko, Kepala Desa Pujon Kidul, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, mengatakan bahwa program tersebut mengakomodasi kegalauan perangkat dan kepala desa.
“Selama ini kami gamang, setelah ini kami mau apa. Dengan program ini kami menyambut gembira dan akan melaksanakan di desa kami. Tahun ini sudah kami anggarkan. Dana kami ambilkan dari alokasi dana desa (ADD) dari APBDes. Adapun dana desa tetap digunakan untuk pembangunan, pemberdayaan, dan pembinaan masyarakat,” kata Udi.