Maraknya tenaga kerja Indonesia ilegal berimplikasi buruk. Sekitar 273 TKI asal Nusa Tenggara Timur tewas di luar negeri. Salah satunya akibat dianiaya majikan.
KUPANG, KOMPAS - Dalam lima tahun terakhir 273 TKI asal Nusa Tenggara Timur tewas di luar negeri. Jumlah ini termasuk 71 orang yang tewas pada Januari-Juli 2018. Korban tewas terbanyak dari Flores Timur. Dalam tiga hari terakhir, dua lagi jenazah TKI dari Malaysia dibawa ke Kupang.
Koordinator Buruh Migran Nusa Tenggara Timur (NTT) Maria Hingi di Kupang, Kamis, (2/8/2018), mengatakan, sesuai data yang dihimpun bersama Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT) terkait Hari Anti-perdagangan Manusia, 30 Juli, kasus kematian TKI di luar negeri asal NTT sudah amat memprihatinkan. Upaya mencegah dan memberantas masih sebatas retorika. Semua pihak belum memiliki komitmen yang sama untuk mengatasi masalah ini.
”Jumlah 275 orang meninggal itu usia produktif, 15-55 tahun. Kematian ini sia-sia. Mereka tewas hanya karena ingin mencari nafkah dan memperbaiki hidup di negara orang. Di negara sendiri mereka sulit mendapatkan kesejahteraan yang diharapkan itu meskipun sekadar memenuhi kebutuhan makan dan minum harian,” kata Hingi.
Sejumlah upaya dari Pemda NTT mencegah perdagangan manusia NTT masih sebatas program. Realisasi di lapangan tidak didukung dana sehingga upaya itu berjalan timpang.
Selama ini telah dibentuk Perda Anti-perdagangan Orang NTT 2010 kemudian diperbarui lagi tahun 2016, Satgas Anti-perdagangan Orang NTT tahun 2016, dan Tim Gabungan Pencegahan Perdagangan Orang NTT yang dibentuk atas usulan Presiden Joko Widodo 2016. Sejumlah kampanye dan sosialisasi pencegahan perdagangan orang NTT dari LSM dan relawan peduli warga NTT juga dilakukan.
Mayoritas di Malaysia
Para TKI yang tewas umumnya bekerja di Malaysia, yakni 264 orang. Sisanya sembilan korban bekerja di Singapura, Brunei Darussalam, dan Hong Kong. Jumlah korban terbanyak asal Flores Timur, yakni 55 orang, menyusul antara lain Timor Tengah Selatan (48), Timor Tengah Utara (42), Belu (38), Kabupaten Kupang (34), dan Kabupaten Ende (22).
Penyebab kematian bervariasi, yakni kecelakaan kerja, perahu tenggelam, penganiayaan oleh majikan, kecelakaan lalu lintas darat, sakit, dan bunuh diri.
Anggota Jaringan Perempuan Indonesia Timur Wilayah NTT Dheby Soru mengatakan, kematian TKI asal NTT di luar negeri setiap tahun cenderung meningkat. Tahun 2013 sebanyak 29 orang, 2014 (23), 2015 (28), 2016 (60), 2017 (64), dan 2018 dari Januari-Juli (71).
Sebanyak 71 orang ini termasuk dua TKI yang tewas pada Selasa (31/7), yakni Dionisius David (43) asal Kabupaten Ende. Jenazah Dionisius sudah tiba di Bandara El Tari, Kupang, Kamis (2/8), dan langsung diterbangkan ke Ende dengan pesawat Transnusa. Dionisius tewas karena kecelakaan sepeda motor.
Korban lain adalah Melkianus Omenu (34) asal Kabupaten Timor Tengah Utara. Jenazah dalam perjalanan menuju Kupang. Ia tewas setelah terjatuh ke dalam jurang saat bekerja di perkebunan sawit. Kedua TKI ini tewas di Malaysia.
Kepala Bidang Perlindungan dan Informasi BP3TKI NTT Timotius Kopong Suban mengatakan, data yang dimiliki tercatat selama 2013-2018 sebanyak 238 TKI NTT tewas di luar negeri. Data ini diperoleh dari Kedubes RI, Konsulat Jenderal Republik Indonesia, dan keluarga korban yang melapor. Perbedaan data itu karena Buruh Migran dan JPIT mendapatkan data dari keluarga korban atau tokoh agama yang tak melapor ke BP3TKI. (KOR)