MATARAM, KOMPAS - Setelah gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat, bermagnitudo M 6,4 pada Minggu lalu, gempa susulan masih terjadi pada Jumat (3/8/2018) dengan magnitudo M 4,3 yang berpusat 27 kilometer timur laut Lombok Timur dengan kedalaman 10 kilometer.
”Gempa susulan masih ada, cuma intensitasnya kecil dan singkat. Itu bentuk pelepasan sisa energi dari gempa utama menuju proses keseimbangan lempeng-lempeng yang sempat bertumbukan,” ujar Kepala Stasiun Geofisika Mataram Agus Riyanto di Mataram, Jumat.
Gempa susulan itu terjadi ratusan kali yang umumnya tidak dirasakan masyarakat. Jumat kemarin, misalnya, tidak terpantau adanya kepanikan atas gempa susulan. Begitu pula pada Rabu lalu yang terpantau 67 gempa susulan dalam sehari.
Gempa susulan merupakan fenomena umum setelah gempa besar. Menurut geolog Indyo Pratomo dari Museum Geologi Bandung, setelah pelepasan energi, dalam pencapaian keseimbangan baru selalu diikuti gempa susulan. Namun, tidak akan lebih besar intensitasnya dari gempa utama.
Terkait kondisi pengungsi, hingga kemarin banyak di antara mereka yang masih trauma. ”Warga semakin takut, terlebih ada berita akan terjadi gempa lebih besar setelah gempa utama,” kata Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Lombok Utaara Suardi.
Bohari (60), misalnya, warga Desa Sambik Elen, Kecamatan Bayan, Lombok Utara. Saat gempa Minggu lalu, ia sedang berjalan ke ladang. Ia jatuh yang mengakibatkan paha kirinya cedera ringan. Rumahnya rusak berat dan ia mengungsi di warung anaknya di jalan raya Kecamatan Bayan.
”Pagi saya pulang kasih makan sapi. Malam tidur di warung,” ujar Bohari, pengadas (pemelihara ternak orang lain). Ia belum bisa melupakan gempa itu.
Gempa telah merusak ribuan rumah, baik berat, sedang, maupun ringan. Pengungsi yang rumahnya retak dan miring pun belum berani tinggal di rumah.
Hingga kemarin masih banyak pengungsi yang memerlukan bantuan, seperti selimut, air bersih, dan makanan. Koordinasi distribusi logistik juga masih harus diperbaiki agar bantuan terpusat dan merata. Minim dan belum meratanya bantuan, di antaranya, menyebabkan sejumlah pengungsi terjangkit batuk, pilek, dan gatal-gatal.
Air bersih yang menjadi kebutuhan vital pun masih terbatas. Pengungsi memprioritaskan air bantuan untuk memasak dan keperluan ibadah. Masih ada warga yang beberapa hari terakhir belum mandi.
Gempa Maluku
Kemarin, gempa tektonik dengan magnitudo M 6,1 juga mengguncang wilayah tenggara Maluku pada pukul 14.42 WIT. Pusat gempa di wilayah Kepulauan Kei itu menimbulkan getaran di Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara, dan Kabupaten Kepulauan Aru.
Hingga pukul 15.50 WIT, belum ada laporan adanya korban jiwa atau kerusakan material yang ditimbulkan gempa itu. Gempa yang berpusat di laut itu juga tidak berpotensi membangkitkan tsunami.
Berdasarkan data yang dihimpun BMKG Stasiun Geofisika Ambon, getaran paling kuat terasa di Ohoi (Desa) Dertawun selama lebih kurang empat detik. ”Anggota kami sudah melakukan pengecekan dan hasilnya sementara tidak ada korban,” kata Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar Mohammad Rum Ohoirat.
Secara kegempaan, Maluku dan Lombok memiliki riwayat. Secara khusus, Lombok memang daerah rawan gempa karena dikepung sumber gempa di utara dan selatan. Untuk itu, mitigasi dan adaptasi bencana seharusnya sudah terbangun. Gempa akan selalu datang, tetapi entah kapan waktunya. (RUL/SYA/FRN)