MEDAN, KOMPAS — PT North Sumatera Hydro Energy menyatakan, harga ganti rugi lahan yang mereka bayar kepada warga untuk pembangunan PLTA Sipirok Marancar Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, di atas nilai jual obyek pajak. Menurut mereka, harga di atas nilai jual obyek pajak itu layak dan sudah disetujui warga.
PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) menyampaikan hal tersebut kepada redaksi harian Kompas melalui surat yang diterima pada Jumat (3/8/2018) dan melalui sambungan telepon dari Medan pada Sabtu. Hal tersebut disampaikan menanggapi pemberitaan harian Kompas edisi Rabu (1/8) berjudul "Warga Tuntut Ganti Rugi yang Layak".
Menurut Erin Rahmawati dari Humas PT NSHE, perusahaan membayar ganti rugi lahan kepada warga paling murah Rp 8.000 per meter persegi. Harga itu termasuk ganti rugi tanaman yang ada di atas lahan tersebut. Harga tersebut di atas nilai jual obyek pajak (NJOP) Rp 2.000 per meter persegi. "PT NSHE telah membayar minimum empat kali lipat dari NJOP," katanya.
Menurut Erin, PT NSHE membebaskan 672 hektar lahan untuk pembangunan PLTA Sipirok Marancar Batang Toru (Simarboru) ditambah 12 hektar untuk pembangunan 85 menara transmisi. Pembelian dan pembayaran lahan, menurut Erin, dilakukan sejak 2013 hingga 2017.
Selama pembelian dan pembayaran ganti rugi lahan, kata Erin, PT NSHE juga menyediakan ruang untuk warga agar bisa menyampaikan keberatan. "Prosedur penanganan keluhan ini untuk memeriksa dokumen dan melakukan penyesuaian di lapangan agar bisa mencapai kesepakatan bersama," kata Erin.
Erin mengatakan, PT NSHE mengutamakan proses mediasi dalam penyelesaian masalah agar memberikan rasa keadilan, kenyamanan bersama, dan proyek dapat berjalan lancar.
PLTA Simarboru akan dibangun dengan membendung Sungai Batang Toru. Areal PLTA Simarboru meliputi Kecamatan Sipirok, Marancar, dan Batang Toru.
Proyek strategis nasional senilai 1,6 miliar dollar AS itu kini dalam tahap pembersihan lahan dan pembangunan jalan. PT NSHE sudah menyiapkan desain bendungan dengan luas genangan air 90 hektar, terowongan air sepanjang 13,5 kilometer, dan gedung pembangkit listrik 510 megawatt.
Tidak cukup
Dalam rapat dengar pendapat di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara, Selasa (31/7), 54 keluarga dari Desa Aek Batang Paya, Kecamatan Sipirok, meminta ganti rugi yang layak. Dalam rapat yang juga dihadiri perwakilan PT NSHE itu, warga menyatakan harga Rp 8.000 per meter persegi tidak cukup untuk membeli lahan pertanian baru di tempat lain.
Mangandar Harahap (50), warga Desa Aek Batang Paya, menyatakan, pada prinsipnya warga tidak menolak pembangunan PLTA Simarboru. Mereka hanya meminta ganti rugi yang layak agar bisa membeli lahan pertanian yang baru dan tetap bisa membiayai hidup keluarga. "Kami sudah turun-temurun menjadi petani," kata Mangandar.
Warga lain juga mengatakan, di desanya kini pembangunan dalam tahap pembebasan sekaligus pembersihan lahan dan pembangunan jalan. Tanaman keras milik warga banyak yang sudah ditebang, padahal masih ada keluarga yang protes karena merasa harga Rp 8.000 per meter persegi itu tidak layak. Sampai sekarang ada enam keluarga yang belum menerima uang ganti rugi, tetapi tanaman di lahan miliknya sudah ditebang. (NSA)