Tamin Sukardi Dituntut 10 Tahun dan Membayar Rp 132 Miliar
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Jaksa penuntut umum menuntut pengusaha Medan, Tamin Sukardi, atas tindak pidana korupsi memperkaya diri sendiri dengan menguasai dan menjual 106 hektar lahan milik PT Perkebunan Nusantara II (Persero) senilai Rp 236 miliar. Terdakwa dituntut 10 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, dan membayar kerugian negara Rp 132,4 miliar.
Jaksa penuntut umum yang merupakan tim dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, dan Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam membacakan tuntutan tersebut dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo, Senin (6/8/2018). Tamin hadir dalam sidang dengan menggunakan kursi roda.
”Terdakwa Tamin Sukardi melakukan rekayasa dengan mengoordinasi dan mengarahkan 65 warga untuk mengaku sebagai ahli waris lahan seluas 106 hektar milik PT Perkebunan Nusantara II berbekal Surat Keterangan tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah dan Ladang (SKTTPSL) tahun 1954,” kata Ketua Tim JPU Salman.
Salman mengatakan, Tamin bersama pengusaha Tasman Aminoto dan Misran Sasmita menyusun rekayasa dengan skenario panjang untuk menyelewengkan lahan di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdan,g itu. Rekayasa itu dimulai sejak hak guna usaha (HGU) 1.332,2 hektar Kebun Helvetia berakhir tahun 2000. HGU itu lalu diperpanjang pada tahun 2002, tetapi 193,94 di antaranya dikeluarkan dari HGU PTPN II.
Salman menjelaskan, seluas 164,87 hektar dari lahan yang dikeluarkan dari HGU PTPN II digunakan untuk rencana tata ruang wilayah Kabupaten Deli Serdang. Lahan itu akan dijadikan permukiman, perkantoran pemerintah, kampus pendidikan tinggi, pusat olahraga, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan layanan angkutan umum.
Menurut JPU, Tamin mengoordinasi dan mengarahkan 65 warga untuk mengaku sebagai ahli waris dari nama yang tertera di SKTTPSL tahun 1954. ”Warga mengajukan gugutan perdata ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan menggugat PTPN II, Menteri BUMN, Bupati Deli Serdang, Badan Pertanahan Negara dan Yayasan Al-Washliyah,” kata Salman.
Yayasan Al-Washliyah ikut digugat karena sebelumnya yayasan itu telah membayar ganti rugi sebesar Rp 8,4 miliar kepada PTPN II atas pelepasan 32 hektar lahan bekas HGU.
Gugatan warga tersebut pun diperkuat oleh surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan Sekretaris Desa Sampali merangkap Pelaksana Tugas Kepala Desa Sampali Sudarsono. ”Padahal, lahan tersebut tidak berada di Desa Sampali dan sebagian besar dari warga penggugat bukan warga Desa Sampali,” kata Salman.
Selain itu, kata Salman, nama-nama yang tertera di SKTTPSL itu bukanlah orangtua para penggugat. Sebelum memberikan kesaksian di sidang perdata, warga diarahkan di rumah Tamin di Medan. Penggugat diberi Rp 100.000 hingga Rp 500.000 setiap sidang dan dijanjikan 2 hektar lahan per orang.
Gugatan warga tersebut, kata Salman, menang di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Pengadilan Tinggi Medan, dan Mahkamah Agung. Tamin lalu mengalihkan hak atas lahan itu dari warga kepada Tasman Aminoto lalu dialihkan lagi kepada perusahaan milik anaknya, PT Erni Putera Terari.
Melalui PT Erni, lahan seluas 74 hektar lalu dijual kepada Direktur Utama PT Agung Cemara Realty Mujianto pada tahun 2011 dengan harga Rp 236,2 miliar, tetapi Mujianto baru membayar 132,4 miliar. Menurut perjanjian mereka, sisanya akan dibayar setelah terbit sertifikat hak milik. Sementara, seluas 32 hektar lahan milik Yayasan Al-Washliyah tidak ikut dijual kepada Mujianto.
Menanggapi tuntutan jaksa tersebut, kepada Majelis Hakim, Tamin mengatakan, pihaknya akan mengajukan pleidoi. ”Kami akan mengajukan pleidoi atas tuntutan itu,” kata Tamin.
Sidang akan dilanjutkan Senin (13/8/2018) dengan agenda pembacaan pleidoi terdakwa.