Pendapatan dari Industri Tembakau Masih Diandalkan Pemprov Jawa Timur
Oleh
DODY WISNU PRIBADI
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang ditransfer dari Kementerian Keuangan kepada pemerintah daerah penghasil rokok dan penghasil tembakau masih merupakan pendapatan yang amat diandalkan bagi Jawa Timur.
Bahkan, pendapatan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) Jatim 2017 yang mencapai Rp 1,5 triliun merupakan komponen pendapatan terbesar bagi pendapatan asli daerah (PAD) Jatim, yakni sebesar 26 persen PAD. Ini menjadikan industri rokok atau industri hasil tembakau tak bisa dibiarkan mati begitu saja karena berbagai alasan.
”Tidak hanya Jawa Timur, penerimaan pemerintah dari cukai rokok masih merupakan kontributor besar, sebanyak 96 persen atau Rp 148 triliun, terhadap keseluruhan target cukai. Masa depan industri rokok terus-menerus dipersoalkan bahayanya terhadap kesehatan. Lebih tepat jika industri hasil tembakau dikendalikan,” tutur peneliti pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Bambang Eko Afianto, dalam Diskusi Panel Tantangan dan Prospek dalam Pertembakauan di Surabaya, Senin (7/8/2018).
Ditambah dengan penerimaan Pemprov Jatim dari pajak rokok, transfer hasil tembakau untuk Jatim mencapai Rp 3,5 triliun. Angka yang sangat besar dampaknya bagi APBD Jatim.
Sekretaris Daerah Pemprov Jatim Fatah Jasin menyampaikan, kontribusi DBHCHT, pajak rokok, dan industri hasil tembakau secara umum amat penting di sektor ketenagakerjaan. Ia menyebutkan, DBHCHT bisa dimanfaatkan untuk menopang beban kesehatan masyarakat.
”Jatim menggunakan DBHCHT untuk lingkungan sosial, yakni program kesehatan dengan membiayai fasilitas kesehatan semua tingkat dari tingkat pertama, yaitu puskesmas, puskesmas pembantu, hingga pembiayaan rumah sakit, sebagai pengeluaran terbesar Rp 862 miliar. Untuk sektor ketenagakerjaan berupa pembiayaan balai latihan kerja mencapai Rp 237 miliar, dan infrastruktur Rp 220 miliar,” ujarnya.
Meski industri rokok terus surut dan minat terhadap rokok pada generasi muda berkurang hingga pabrik rokok di Jatim tinggal 357 unit pada 2018, hasil cukai yang diperoleh pemerintah terus naik.
Sejumlah pemangku kepentingan industri hasil tembakau, termasuk Ketua Gabungan Pengusaha Pabrik Rokok (Gappero) Surabaya Sulami Bahar, menilai, dengan kenyataan itu, pemerintah pusat dan daerah sebaiknya bersikap bijaksana dan hati-hati dalam membangun kebijakan terhadap industri hasil tembakau. Juga karena budidaya tembakau melibatkan sekitar 7 juta petani penduduk Jatim.