MEDAN, KOMPAS - PT North Sumatera Hydro Energi hanya membebaskan lahan 650 hektar untuk PLTA Batangtoru dari izin lokasi 7.200 hektar yang diberikan.
Hal itu dinyatakan dalam surat PT NSHE yang menanggapi berita berjudul ”PLTA Batangtoru Dipersoalkan” (Kompas, 9/8/2018). Menurut Manajer Humas PT NSHE Idham Bachtiar Setiadi, hasil studi dan perencanaan akhir hanya diperlukan lahan seluas 222 hektar. Rinciannya, untuk area tapak bangunan PLTA dan genangan 122 hektar serta area pendukung 100 hektar.
”Luasan lahan 7.200 hektar merupakan izin lokasi yang diberikan untuk keperluan survei, studi, dan perencanaan pembangunan PLTA,” kata Idham dalam surat tertanggal 10 Agustus 2018.
Namun, dalam surat tersebut, PT NSHE tidak menjelaskan detail peruntukan areal pendukung 100 hektar tersebut. Mereka juga tidak menjelaskan detail penggunaan lahan 428 hektar sisanya. Saat ini pembangunan PLTA itu dalam tahap pembersihan lahan dan pembukaan jalan.
Pada rapat dengar pendapat di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut, Medan, Selasa (31/7), Senior
Advisor Bidang Lingkungan
PT NSHE Agus Djoko Ismanto mengatakan, luasan lahan
yang diperlukan untuk proyek PLTA Batangtoru adalah 617,4 hektar.
Sebelumnya, dalam surat yang diterima Kompas pada Jumat (3/8), PT NSHE mengklarifikasi luasan lahan yang mereka gunakan adalah 672 hektar ditambah 12 hektar untuk pembangunan 85 menara transmisi.
Saat dikonfirmasi, Jumat (10/8), Idham menyatakan, perbedaan data luasan lahan itu karena cara hitung yang berbeda. Menurut Idham, data yang mereka pakai adalah data terakhir, yakni 650 hektar. Namun, hingga pukul 21.30, Idham belum menyampaikan detail peruntukan lahan 650 hektar yang mereka gunakan.
Dalam dengar pendapat di DPRD Sumut, kepada Kompas, Agus menjelaskan detail peruntukan lahan 617,4 hektar yang dibebaskan dari masyarakat. Lahan itu untuk bangunan utama PLTA Batangtoru, yakni bendungan atau genangan air berupa badan sungai 24 hektar yang akan meluas menjadi 90 hektar ketika dibendung, gedung pembangkit listrik 510 megawatt seluas 5,05 hektar, dan terowongan air bawah tanah sepanjang 13,5 kilometer yang menghubungkan bendungan dengan pembangkit listrik.
Peruntukan lain, antara lain, untuk pembukaan jalan 272,5 hektar, tempat pembuangan material bekas galian (spoil bank) 181,8 hektar, areal penggalian (quarry) 25,9 hektar, dan areal perumahan (base camp) 42,6 hektar.
PT NSHE, kata Agus, akan membuat jembatan satwa di sungai, menyelamatkan satwa sebelum penebangan pohon, dan mengambil biji tumbuhan langka untuk disemai.
Digugat
Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menggugat izin lingkungan PLTA Batangtoru yang dikeluarkan Gubernur Sumatera Utara yang terakhir kali direvisi pada 31 Januari 2017.
Gugatan disampaikan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, Rabu (8/8). Walhi menilai, pembangunan PLTA Batangtoru dapat mengancam ekosistem Batangtoru seluas 141.749 hektar yang merupakan habitat spesies kunci, seperti orangutan tapanuli, harimau sumatera, beruang madu, dan tapir.
Di ekosistem itu juga ditemukan flora seperti bunga bangkai rafflesia dan bunga parasit Balanophoraceae. Spesies orangutan tapanuli, yang baru diklasifikasikan sebagai spesies baru pada 2017, kini berstatus sangat terancam punah dengan populasi sekitar 800 individu.
”Kami meminta izin lingkungan PLTA Batangtoru dibatalkan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumut Dana Prima Tarigan.
Menurut Dana, ancaman paling besar dari pembangunan PLTA Batangtoru dengan nilai proyek sekitar 1,6 miliar dollar AS itu adalah pembangunan bendungan 90 hektar, terowongan bawah tanah 13,5 kilometer, gedung pembangkit listrik 510 megawatt, menara dan kabel transmisi, serta pembukaan jalan. (NSA)