MUARO JAMBI, KOMPAS - Masyarakat Desa Muara Kumpeh, Kecamatan Kumpeh Ulu, Muaro Jambi, Jambi, melempari truk-truk bermuatan batubara yang hendak menuju Pelabuhan Talang Dukuh, Jambi, Minggu (12/8/2018). Warga marah karena para pengemudi truk batubara itu melanggar aturan melintas di desa mereka.
Suyono, warga setempat, mengatakan, masyarakat telah membatasi lalu lintas truk batubara. Sejak 1 Juli 2018, warga melarang truk batubara melintas pada pukul 05.00 hingga 19.00. Larangan tersebut dibuat karena aktivitas truk batubara itu meresahkan masyarakat.
”Jalan jadi macet dan polusi udara bertambah parah. Mereka hanya boleh melintas pada malam hari,” katanya.
Sosialisasi larangan melintas telah diberikan jauh sebelumnya, tetapi para pengemudi truk kerap mengabaikan. Puncaknya, Minggu siang kemarin, warga marah dan melempari puluhan truk batubara yang nekat melintas pada siang hari.
Warga lalu memaksa truk itu berbalik arah. Hal itu mengakibatkan kemacetan panjang mengingat ruas jalan cukup sempit. Kemacetan terjadi setidaknya hingga 5 kilometer.
Terlalu ramai
April lalu, para pemangku kepentingan telah duduk bersama, membahas jalan keluar persoalan ini. Dari pertemuan itu dibeberkan, setiap harinya tercatat 1.000 hingga 1.200 angkutan batubara lalu lalang di jalan negara yang menghubungkan Kabupaten Batanghari hingga Pelabuhan Talang Dukuh di Muaro Jambi. Mereka mengakui bahwa tak terkendalinya lalu lintas angkutan batubara telah menuai protes masyarakat. Selain karena terlalu ramai, truk-truk yang melintas pun kerap kelebihan muatan. Batas muatan melintasi jalan negara di Jambi maksimum 20 ton. Namun, banyak angkutan yang melintas di sana bermuatan lebih dari 30 ton.
”Angkutan batubara sudah terlalu ramai sehingga sangat meresahkan masyarakat,” kata Varial Adhi, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jambi.
Selain memicu macet dan polusi, daerah yang dilintasi truk batubara juga menjadi kawasan rawan kecelakaan. Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jambi Ajun Komisaris Besar Lutfi mencontohkan, kecelakaan lalu lintas angkutan batubara di Kabupaten Batanghari sepanjang Januari hingga Maret 2018 terjadi delapan kali. Kejadian itu menelan korban 14 orang. Sebanyak 3 orang tewas, 4 orang mengalami luka berat, dan 7 orang mengalami luka ringan.
Di Kabupaten Batanghari dan sebagian Muaro Jambi telah berlaku larangan melintasi jalan negara pada pagi hingga malam hari. Angkutan jenis tersebut hanya boleh beroperasi pukul 23.00 hingga 06.00.
Pengamat ekonomi dan Ketua Ikatan Alumni Universitas Jambi Usman Ermulan mengatakan, pertemuan membahas masalah ini hingga sekarang belum berujung solusi. Kondisi itu memaksa warga mengambil langkah sendiri untuk melindungi wilayah mereka. Oleh karena itu, Usman mendesak pemerintah daerah agar tegas menentukan jalur lalu lintas angkutan batu- bara. Lima tahun lalu, Pemerintah Provinsi Jambi telah mengatur angkutan batubara hanya boleh melintas jalur Sungai Batanghari, bukan jalur darat. Belakangan, karena pengawasan lemah, aturan itu diabaikan. ”Pengawasannya tidak konsisten. Akibatnya, angkutan kembali marak dan membuat masyarakat resah,” katanya. (ITA)