MALANG, KOMPAS-Negara dan Pemerintah Indonesia harus benar-benar berdaulat, termasuk dari hegemoni politik oligarki. Indonesia harus menjadi milik semua, bukan milik segelintir orang atau kelompok tertentu. Hal itu sudah dinyatakan oleh pendiri bangsa bahwa Indonesia bukan negara oligarki yang dikuasai dan dikendalikan oleh salah satu golongan.
Demikian sebagian isi Pidato Kebangsaan yang disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nasir. Pidato bertema “Meneguhkan Nilai-nilai Kebangsaan yang Berkemajuan Menyongsong Indonesia Emas” itu disampaikan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Malang, Jawa Timur, Minggu (12/8/2018).
Hadir pada kesempatan ini, antara lain Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, dan Rektor UMM Fauzan. Pidato Kebangsaan dalam rangka Hari Kemerdekaan Indonesia ke-73 ini juga dihadiri oleh tokoh dari berbagai agama serta ribuan siswa, mahasiswa, dan warga Muhammadiyah dari berbagai daerah di Tanah Air.
“Politik liberal yang transaksional dan semata-mata berorientasi kekuasaan telah menjadikan kehidupan kebangsaan (Indonesia) kehilangan jiwa, rasa, etika, dan kehormatan. Sikap kenegarawanan yang sesungguhnya, sangat penting bagi tegaknya politik berkeadaban untuk membangun Indonesia yang dicita-citakan,” katanya.
Menurut Haedar para aktor dan elit melakukan politik apa saja tanpa bingkai etika, moral, keseimbangan, tolerensi, penghargaan, keadaban, dan jiwa ksatria. Adapun nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan nusantara hanya menjadi narasi retorika yang diproduksi sekadar untuk membangun citra diri, minus aktualisasi yang berbanding lurus antara idelisme dan kenyataan.
Kehidupan kita saat ini juga masih diwarnai paradoks dan pengingkaran atas nilai-nilai keutamaan yang selama ini diakui sebagai nilai luhur budaya bangsa. Kenyataan ini ditujukan oleh perilaku elite dan warga yang korup, konsumtif, hedonis, dan lainnya. Sementara proses pembodohan, pembohongan publik, kecurangan, dan pengaburan nilai-nilai makin merajalela di tengah usaha mencerahkan kehidupan bangsa.
Meskipun begitu, Haedar masih percaya bahwa di Republik ini masih banyak elit dan warga yang jernih hati, pikiran, dan tindakan. Kesemuanya untuk membangun Indonesia yang berkemajuan dan menorehkan tinta emas pada 73 tahun kemerdekaan.
Memasuki tahun politik, Muhammadiyah berharap semua pihak dapat memelihara keadaban, kebersamaan, kedamaian, toleransi, dan keutamaan. Kontestasi politik tidak perlu menjadi penyebab keretakan, konflik, dan permusuhan antar sesama komponen bangsa. Semua dituntut berkomitmen menjaga politik dari berbagai penyimpangan dan transaksi yang menyebabkan kerugian besar bagi kehidupan bangsa dan negara.
Kontestasi politik diharapkan tidak semata-mata ingin sukses meraih kekuasaan. “Yang tidak kalah penting adalah komitmen dan sungguh-sungguh untuk mewujudkan idealisme, nilai dasar, dan cita-cita nasional luhur sebagaimana diletakkan oleh pendiri bangsa,” katanya.
Disinggung soal sikap Muhammadiyah dalam menghadapi tahun politik, Haedar--kepada awak media--mengatakan Muhammadiyah secara orgaisasi tetap berdiri di atas khitahnya. “Warga muhammadiyah wajib memilih, tidak boleh golput. Tapi pilihlah dengan cerdas, kritis. Pilih mereka yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan golongan, bahkan kroni-kroninya (baik pileg maupun pilpres),” ujarnya.
Sementara itu Muhadjir Effendy mengatakan Indonesia punya aset yang sangat penting dan tidak ternilai harganya. Aset yang dimaksud adalah semangat persatuan dan kesatuan, kerukunan, serta persaudaraan. Nilai-nilai itu harus dirawat dan pertahankan.
“Kalau ketiganya dipegang teguh oleh semua komponen bangsa maka Insha Allah Indonesia akan jadi bangsa besar yang berkemajuan,” ujarnya. Sayangnya, menurut Muhadjir saat ini, Indonesia sedang dijangkiti penyakit sangat berbahaya, yakni saling curiga satu sama lain dan ujaran kebencian yang tidak bisa ditolerir lagi. Padahal dalam Al Quran ditegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan dosa.