Peternak di Lembang Waswas, Permentan Diminta Ditinjau Ulang
Oleh
Samuel Oktora
·3 menit baca
NGAMPRAH, KOMPAS — Kalangan peternak dan koperasi sapi perah di Desa Cikahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, meminta pemerintah segera meninjau ulang Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu yang diundangkan pada 1 Agustus 2018.
Mereka waswas, jika peraturan menteri pertanian (permentan) tersebut tak ditinjau ulang, tak ada jaminan dan perlindungan bagi peternakan rakyat atau peternak lokal, bahkan dapat mematikan peternak lokal, yang dampaknya bisa memicu gejolak sosial.
Pasalnya, permentan baru itu, yang merupakan revisi dari Permentan No 30 Tahun 2018 yang merevisi Permentan Nomor 26 Tahun 2017, tak lagi mewajibkan industri pengolahan susu (IPS) untuk bermitra dengan peternak guna menyerap susu segar dalam negeri. Dengan demikian, bagi pelaku IPS, apabila tidak bermitra dengan peternak lokal, tak ada sanksi bagi mereka dan impor produk susu pun semakin dibebaskan.
”Kalangan peternak sangat marah. Apa maksudnya regulasi seperti ini diterbitkan. Apakah ada tekanan dari konglomerat sehingga pemerintah berpihak kepada pengusaha besar. Kami, masyarakat kecil, butuh perlindungan dari pemerintah, permentan ini supaya ditinjau ulang,” tutur Koordinator Wilayah 05 Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Ahmad Yasirun, di Bandung Barat, Senin (13/8/2018).
Menurut Yasirun, dengan adanya aturan itu, tak ada jaminan ke depan IPS dengan KPSBU Lembang akan terus bermitra atau memutuskan kerja sama.
Padahal, produksi susu di lingkup KPSBU Lembang salah satu yang terbesar di Indonesia, rata-rata 170.000 liter per hari. Jumlah anggota KPSBU Lembang 7.500 orang.
Yasirun menuturkan pula, jika tak ada perlindungan dari pemerintah, peternak lokal akan kalah dengan peternakan besar yang bermodal kuat dan menggunakan teknologi mutakhir.
Apalagi saat ini setidaknya sudah terdapat tiga peternakan besar di wilayah Jabar, yakni Ciater, Kabupaten Subang; Pangalengan, Kabupaten Bandung; dan Kabupaten Garut.
”Kami memonitor, peternakan yang di Subang itu pada September 2018 akan mendatangkan sapi sekitar 6.000 ekor. Itu dalam tiga tahun akan berkembang pesat populasinya. Sementara populasi sapi di Lembang sejak tahun 1971 perkembangannya sampai saat ini hanya berkisar 22.000 ekor,” ujar Yasirun.
”Investornya ada empat orang, masing-masing memiliki modal sekitar Rp 2 triliun, dan peternakan besar ini tentunya akan mengelola bisnis dari hulu sampai hilir,” lanjutnya.
Yasirun meminta permentan tersebut secepatnya ditinjau ulang. ”Saat ini juga sedang dalam momentum pemilihan presiden. Jika permentan ini tidak ditinjau ulang, kami akan memilih pasangan calon yang berpihak kepada peternakan rakyat,” ucapnya.
Peternak sapi perah di Desa Cikahuripan, Ny Wiwik Witriani, mengatakan resah jika IPS sampai tak lagi bermitra dengan peternak lokal.
”Sejauh ini, yang kami tahu, tiap hari kami setor susu ke koperasi (KPSBU Lembang). Hasil dari susu sapi ini benar-benar dapat menopang ekonomi keluarga. Bahkan, warga Desa Cikahuripan benar-benar mengandalkan usaha ternak sapi,” kata Wiwik.
Namun, lanjutnya, kalau sampai koperasi tak lagi menyerap susu dari peternak karena tak ada lagi kerja sama dengan industri pengolahan susu, pengangguran dari desa ini akan banyak sekali.