MAKASSAR, KOMPAS - Kasus pembakaran rumah yang menewaskan satu keluarga berjumlah enam orang di Makassar, Sulawesi Selatan, 6 Agustus, yang melibatkan warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Makassar menunjukkan lemahnya pengawasan di lapas.
Demikian dikatakan kriminolog Universitas Hasanuddin, Makassar, Muhaddar, dan Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulsel Brigadir Jenderal (Pol) Mardi Rukmianto, dalam kesempatan terpisah. ”Bagaimana mungkin orang yang dipenjara memiliki hubungan keluar. Ini berarti pemerintah, dalam hal ini Kemenkumham, gagal melakukan pembinaan dalam penjara. Saya berharap peran BNN atau lembaga lain diperkuat dan diberi akses ke lapas untuk ikut mengawasi agar ada langkah antisipasi,” kata Muhaddar di Makassar, Selasa (14/8/2018).
Dari sisi kriminologi, tambah Muhaddar, kasus ini menunjukkan pelaku yang terlibat kasus narkoba kian nekat. ”Mereka tidak lagi segan membunuh orang-orang yang dianggap tak mau bekerja sama. Ini mestinya jadi perhatian semua pihak,” katanya.
Hal ini pun dibenarkan Mardi Rukmianto. Menurut dia, sebagian bisnis narkoba masih dikendalikan dari lapas. Ironisnya, yang mengendalikan adalah para narapidana.
”Beberapa kasus tangkapan narkoba yang kami lakukan nyatanya juga melibatkan narapidana di lapas. Ini jadi persoalan karena untuk langkah antisipasi, akses kami juga terbatas ke lapas. Dalam waktu dekat, kami akan melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama dengan Kemenkumham agar kami bisa memiliki akses. Ini penting untuk membantu antisipasi dan pengawasan kasus narkotika di lapas,” katanya.
Sebelumnya, Kepolisian Resor Kota Besar Makassar menetapkan tiga tersangka pembakaran rumah, yakni MI (23) dan Ram yang merupakan eksekutor serta Ra alias Ak (32) selaku otak di balik kejahatan. Ra adalah narapidana di Lapas Narkotika Makassar. MI sudah dibekuk polisi, sementara Ram masih buron.
Kepala Polrestabes Makassar Komisaris Besar Irwan Anwar mengatakan, pembakaran ini dipicu persoalan utang-piutang bisnis narkoba antara Fahri dan Ra. Fahri berutang Rp 29 juta kepada Ra.
Ra meminta MI menagihkan utang tersebut. Selanjutnya,
MI mengajak Ram menagih. Saat ditagih, Fahri hanya menjanjikan membayar. Namun, keduanya kemudian mendengar kabar bahwa Fahri
akan melarikan diri ke Kendari, Sulawesi Tenggara. ”Saat
melaporkan ini kepada Ra di lapas, dia mengirim pesan viaFacebook kepada MI untuk membunuh Fahri,” ucap
Irwan.
Mendapat perintah ini, MI dan Ram mendatangi rumah Fahri. Mereka membakar rumah itu. (REN)