SURABAYA, KOMPAS —Pemerintah Kota Surabaya terus berupaya menekan volume limbah bekas rumah tangga. Salah satu cara dengan mengoptimalkan sistem pengelolaan sampah menggunakan teknologi black soldier fly, yakni teknik pengelolaan limbah rumah tangga dengan memanfaatkan larva.
Dwijo Warsito, Koordinator Pusat Daur Ulang (PDU) Jambangan, pada Rabu (15/8/2018) mengatakan, teknologi urai sampah menggunakan teknologi black soldier fly (BSF) merupakan hasil kerja sama Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota Surabaya serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak Oktober 2017.
Teknologi pengelolaan limbah rumah tangga ini mulai dikembangkan di PDU Jambangan. Hasilnya, satu kotak berisi 10.000 larva mampu mengurai limbah rumah tangga sebanyak 12 kilogram selama 12 hari. Prosesnya, kata Warsito, kelompok ini diberi bibit belatung (BSF) kecil, lima hari kemudian bibit belatung diberi makan sampah organik seperti sisa makanan.
Mengurai sampah
Warsito menjelaskan, teknologi BSF ini merupakan cara mengurai sampah dari bekas sisa makanan dengan menjadikan limbah tersebut makanan larva yang berumur lima hari. Dengan begitu, sampah tersebut lebih mudah terurai dengan cepat.
Sementara larva yang sudah berumur dewasa dimanfaatkan untuk pakan ternak. ”Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Singapura, ternyata larva ini memiliki kandungan protein tinggi,” ucapnya.
Larva yang telah menjadi lalat, lanjut Warsito, mampu menghasilkan 300 hingga 400 telur. Kemudian, kotoran larva yang telah menjadi residu dimanfaatkan sebagai kompos organik.
”Dengan menerapkan teknologi ini, ada dua manfaat yang diperoleh, yakni larva dewasa untuk makan ternak dan ikan, sedangkan kotoran atau residu menjadi kompos,” ujarnya.
Dengan menerapkan teknologi ini, ada dua manfaat yang diperoleh, yakni larva dewasa untuk makan ternak dan ikan, sedangkan kotoran atau residu menjadi kompos.
Menurut Warsito, selama ini sampah yang ada di Surabaya didominasi limbah rumah tangga. Teknik ini bisa diterapkan untuk mengurangi limbah rumah tangga yang ada di masyarakat. Tahap awal teknologi ini telah diujicobakan di dua rukun tetangga (RT) di Kelurahan Jambangan, Surabaya. Dari hasil uji coba, kedua RT itu mampu mengurangi sampah bekas makanan sebanyak 2,5 ton dalam satu bulan.
Sekarang larva dewasa, oleh PDU Jambangan yang setiap hari mengolah 20 ton sampah, didistribusikan ke Taman Flora dan Taman Wonorejo untuk pakan ternak, seperti ikan lele dan bebek. Produksi relatif sedikit sehingga masih dipasok ke Taman Flora di Bratang dan Taman Wonorejo untuk pakan ternak.
Menurut Kepala Seksi Pemanfaatan Sampah DKRTH Surabaya Choirunnisa, pemanfaatan teknik BSF mampu mengurai limbah rumah tangga lebih cepat. Sampah yang merupakan sisa makanan dicacah dan digunakan untuk makanan larva. Larva memiliki nilai ekonomis tinggi.
Untuk itu, ke depan masyarakat diharapkan secara mandiri mulai mengelola sampah menggunakan teknologi BSF. Dengan cara ini, otomatis sampah yang dikelola Pemkot Surabaya terus berkurang. Teknologi ini sebelumnya telah disosialisasikan ke seluruh fasilitator kelurahan di Surabaya. Untuk target ke depan, metode ini akan diterapkan di PDU yang ada di kota ini.
Selama ini, volume sampah warga Surabaya rata-rata 2.900 ton per hari. Dari jumlah itu, 1.400 ton sampah dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo dan sisanya diolah oleh masyarakat.
Warga juga rutin melakukan pemilahan sampah mandiri di rumah masing-masing. Sementara Pemkot Surabaya memiliki 26 rumah kompos serta pusat daur ulang sampah di Jambangan dan Sutorejo.
Pemkot Surabaya pun terus mendorong realisasi proyek pembangkit listrik tenaga sampah di TPA Benowo yang sejak 2017 sudah menghasilkan listrik, tetapi belum maksimal. Dari target 9 megawatt, sekarang masih sekitar 2 megawatt.