Sidang Gugatan Izin Lingkungan PLTA Batangtoru Dimulai
Oleh
Nikson Sinaga
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Pengadilan Tata Usaha Negara Medan mulai memeriksa kelengkapan berkas gugutan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi terhadap izin lingkungan PLTA Batangtoru, Kamis (16/8/2018). Walhi menilai izin lingkungan PLTA yang berada di Tapanuli Selatan tersebut cacat hukum karena tidak melalui konsultasi publik yang melibatkan masyarakat luas.
“Hari ini masih sidang tahap dismissal atau pemeriksaan administrasi persidangan. Majelis Hakim PTUN Medan meminta kami melengkapi berkas gugatan sebelum masuk ke sidang pokok perkara,” kata Kuasa Hukum Walhi Golfrid Siregar.
Sidang yang dipimpin oleh Jimmy Claus Pardede dan Selvie Ruthyaroodh tersebut tertutup untuk umum. Menurut Golfrid, sidang itu hanya dihadiri oleh Walhi dan pihak tergugat intervensi yakni PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE). Tergugat Gubernur Sumatera Utara tidak hadir dalam sidang tersebut.
Golfrid menuturkan, Walhi menggugat izin lingkungan PLTA Batangtoru yang dikeluarkan Gubernur Sumatera Utara yang terakhir kali direvisi pada 31 Januari 2017. Izin itu diberikan kepada PT NSHE sebagai pengembang PLTA Batangtoru. Gugatan diajukan melalui 36 kuasa hukum yang diketuai Golfrid.
Golfrid mengatakan, mereka sudah mempelajari dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Andal) PLTA Batangtoru yang digunakan sebagai syarat mengajukan permohonan izin lingkungan kepada Gubernur Sumatera Utara. “Menurut kami, Andal PLTA Batangtoru hanya mengkaji persoalan sosial dan ekonomi masyarakat, belum menganalisis secara mendalam dampak pembangunan PLTA Batangtoru terhadap lingkungan ekosistem Batangtoru,” kata Golfrid.
Menurut Golfrid, Andal PLTA Batangtoru lebih fokus mengkaji soal ganti rugi lahan terhadap masyarakat dan dampaknya terhadap ekonomi pertanian masyarakat. Namun, Andal PLTA tersebut tidak menjelaskan secara rinci apa dampak pembendungan air yang akan mengakibatkan berkurangnya debit air saat dibendung dan bertambahnya debit saat air dilepas. Andal PLTA tersebut juga tidak membahas bagaimana ketahanan bendungan terhadap gempa dan dampak pembangunan terowongan air berdiameter 10-12 meter sepanjang 13,5 kilometer.
“Kami menilai PT NSHE belum melakukan konsultasi publik. Yang mereka lakukan baru sosialisasi pembebasan lahan masyarakat. Mereka tidak menjelaskan kepada masyarakat lokal dan masyarakat yang lebih luas tentang apa dampak lingkungan pembangunan PLTA tersebut,” kata Golfrid.
Direktur Eksekutif Walhi Sumut Dana Prima Tarigan mengatakan, PLTA Batangtoru dengan nilai proyek 1,6 miliar dollar AS itu melampaui daya dukung lingkungan dari ekosistem Batangtoru. PLTA yang saat ini dalam tahap pembersihan lahan dan pembukaan akses jalan tersebut menurut rencana akan menghasilkan daya 510 megawatt dengan cara pembendungan aliran sungai.
Menurut Dana, pembangunan PLTA Batangtoru akan mengganggu keseimbangan ekosistem Batangtoru yang merupakan habitat satwa spesies kunci seperti orangutan Tapanuli, harimau Sumatera, gajah Sumatera, dan badak Sumatera.
Dana berharap, PTUN Medan bisa menyidangkan kasus tersebut dengan kaca mata lingkungan. Karena itu, mereka meminta kepada PTUN Medan agar kasus itu ditangani oleh hakim bersertifikat lingkungan.
Sementara itu, Humas PT NSHE, Erin Rahmawati, mengatakan, mereka belum bisa memberikan pernyataan terkait gugatan izin lingkungan tersebut.