Kelelahan psikis disertai buruknya sanitasi membuat daya tahan tubuh pengungsi mulai turun. Inilah yang memicu pengungsi terserang diare dan infeksi saluran penapasan atas.
MATARAM, KOMPAS Diare dan infeksi saluran pernapasan atas merebak di lokasi pengungsian korban gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat. Semakin banyak pengungsi yang menderita dua penyakit itu akibat sanitasi buruk, minimnya air bersih, dan kondisi tenda yang tak layak.
Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Barat hingga Selasa (14/8/2018), penderita infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) 407 orang dan diare 175 orang. ”Mayoritas penderita adalah anak-anak,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan NTB Marjito, Jumat (17/8).
Menurut Marjito, diare dan ISPA dipicu daya tahan tubuh pengungsi yang kian menurun, air bersih yang minim, dan buruknya sanitasi, termasuk fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK) yang tak memadai di pengungsian. Di Dusun Kertaraharja, Desa Genggelang, Kecamatan Gangga, Lombok Utara, misalnya, sekitar 40 dari 916 pengungsi terkena diare, ISPA, dan batuk pilek pada minggu pertama mengungsi di tenda. ”Namun, mereka sekarang sudah mendapatkan perawatan dari dokter,” ujar Kepala Dusun Kertaraharja Khaerul Hadi.
Dokter yang memeriksa kesehatan warga di Kertaraharja adalah relawan kesehatan dari organisasi non-pemerintah KUN Humanity System. Chandra Sembiring (33), koordinator KUN Humanity System, menilai, diare yang mulai menjangkiti pengungsi dapat cepat merebak jika sanitasi buruk dan kondisi dapur umum kotor.
Mulai hujan
Saat ini, menurut Khaerul, pengungsi mulai cemas dengan datangnya hujan. Tenda yang mayoritas berada di ladang terancam banjir sehingga memunculkan masalah lebih serius. Apalagi, tenda yang ditinggali pengungsi kebanyakan terpal yang terbuka di bagian samping.
Di Dusun Dompo Indah, Desa Selengen, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, anak-anak dan orang tua juga mulai batuk, pilek, dan demam. Mereka tinggal di tenda terpal terbuka yang mudah terkena angin dan debu. ”Saya pun mulai batuk,” kata Kurdi, Kepala Dusun Dompo Indah.
Camat Kayangan Thohir mengatakan telah mendapatkan laporan terkait banyaknya pengungsi yang terkena diare dan ISPA, terutama di Desa Selengen. Dia telah meminta ke instansi terkait untuk memasok air bersih dan memperbaiki sanitasi, terutama menambah fasilitas MCK di sejumlah posko pengungsian.
Danrem 162/Wirabhakti Kolonel Czi Ahmad Rizal Ramdani selaku Ketua Satuan Tugas Posko Penanganan Darurat Bencana Gempa Lombok mengakui adanya persoalan kesehatan yang menimpa pengungsi. Sejauh ini sudah didistribusikan air bersih dan pembuatan sumur bor. ”Namun, kami cek di lapangan, air bersih masih kurang. Kami akan terus suplai,” ucapnya.
Selain itu, tambah Marjito, Dinas Kesehatan NTB juga telah mengirim oralit saset 10.000 bungkus dan akan ditambah lagi menjadi 50.000 bungkus ke sejumlah posko pengungsian. Obat diare yang dipasok Kementerian Kesehatan juga akan dikirim ke pengungsian untuk memulihkan stamina anak.
481 orang tewas
Hingga Jumat sore, jumlah korban tewas akibat gempa 481 jiwa, 1.054 orang luka, dan 417.529 orang masih mengungsi. Adapun jumlah rumah rusak yang tercatat sementara 71.937 unit.
Badan SAR Nasional menutup operasi pencarian korban gempa Lombok setelah tim SAR bersama prajurit TNI dan Polri menemukan tiga korban tewas yang tertimbun longsoran tanah di Dusun Dompo Indah, Desa Selengen, Kecamatan Kayangan, Kamis (16/8) siang. Tanah longsor di dusun itu terjadi saat gempa pada Minggu (5/8) malam. Ketiga korban adalah Hendra (33) beserta kedua anak lelakinya, Luthfi (9) dan Fatih (1 tahun 7 bulan). Mereka tertimbun longsoran tanah sedalam sekitar 4 meter di bawah tebing setinggi sekitar 20 meter.
”Karena tidak ada lagi laporan adanya korban yang hilang, operasi ditutup, tetapi tetap ada personel SAR yang disiagakan,” ujar Kepala Subdirektorat Pengerahan Potensi dan Pengendalian Operasi Badan SAR Nasional Agus Haryono. (ILO/SYA/RUL)