Replika De Tjolomadoe dari 17.845 Timus Raih Rekor Dunia MURI
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·2 menit baca
KARANGANYAR, KOMPAS – Pembuatan replika bangunan bekas Pabrik Gula Colomadu yang kini menjadi De Tjolomadoe, dari rangkaian 17.845 buah timus berhasil membukukan rekor dunia Museum Rekor Dunia Indonesia, Sabtu (18/8/2018). Pencatatan rekor ini menjadi salah satu upaya untuk melestarikan kekayaan kuliner tradisional.
Pembuatan replika De Tjolomadoe dari 17.845 buah timus itu merupakan rangkaian acara Festival Timus yang digelar pengelola De Tjolomadoe dalam rangka memeriahkan perayaan HUT ke-83 Kemerdekaan RI di De Tjolomadoe, Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Sabtu (18/8/2018). De Tjolomadoe merupakan bekas pabrik gula Colomadu yang direvitalisasi menjadi museum dan gedung konvensi.
“Rangkaian timus terbanyak membentuk replika bangunan De Tjolomadoe ini kami catat sebagai rekor dunia. Timus terbanyak belum pernah ada sebelumnya, jadi ini rekor baru,” kata Eksekutif Manajer Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) Sri Widayati di De Tjolomadoe, Sabtu (18/8/2018).
Menurut Sri, untuk bisa masuk dalam rekor MURI harus memenuhi empat kriteria, yaitu paling, pertama, unik dan langka. Pembuatan replika bangunan De Tjolomadoe dari 17.845 timus memenuhi kriteria itu. “Kami catat sebagai rekor dunia karena ini terkait dengan kearifan lokal dan budaya,” katanya.
Direktur Utama De Tjolomadoe, Rachmat Priyatno mengatakan, kegiatan ini digelar untuk memeriahkan HUT ke-73 Kemerdekaan RI. Timus sebanyak 17.845 sesuai dengan tanggal, bulan dan tahun hari Kemerdekaan RI. “Kami menggandeng UMKM dalam pembuatan timus-timus tersebut,” katanya. Pembuatan timus melibatkan lima kelompok usaha mikro kecil menengah (UMKM). Setiap kelompok beranggotakan 5-10 orang.
Penyusunan replika De Tjolomade melibatkan 20 pelajar SMKN 4 Karanganyar dan 10 orang anggota Indonesian Chef Association (ICA) yang dipimpin chef Brian Wicaksono.
Brian mengatakan, timus dibuat berukuran rata-rata panjang 5 sentimeter (cm) dengan diameter 3 cm dari ubi ungu dan kuning . Timus dipilih karena merupakan makanan kecil khas Karanganyar. Diharapkan kegiatan ini akan semakin mengangkat kuliner Nusantara, salah satunya timus agar tetap lestari. “Timus ini perlu dilestarikan agar tidak tergantikan makan ringan modern,” katanya.