Kejati Dalami Dugaan Penggelembungan Pengadaan Lampu Jalan Senilai Rp 17,9 Miliar
Oleh
Reny Sri Ayu
·2 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat mendalami kasus dugaan penggelembungan dana pengadaan lampu jalan tenaga surya di 144 desa di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pengadaan lampu jalan ini menggunakan biaya dari alokasi dana desa. Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang diduga berpotensi merugikan negara sebesar Rp 17,9 miliar ini.
Kepala Kejati Sulselbar Tarmizi mengatakan, dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah ABP, seorang kepala bidang pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Polewali Mandar, dan Ha, direktur perusahaan rekanan dalam pengadaan lampu jalan tenaga surya itu.
”Dalam kasus ini, diduga terdapat penggelembungan dana pembelian lampu yang menyebabkan negara mengalami kerugian yang cukup besar,” kata Tarmizi di Makassar, Sulsel, Senin (20/8/2018).
Modus dugaan korupsi ini dilakukan ABP dengan mengarahkan kepala desa untuk mengadakan lampu jalan tenaga surya dengan membeli pada Ha sebagai rekanan. Proyek pengadaan sebanyak 720 unit selama tahun 2016 dan sebanyak 715 unit pada 2017. Dalam penyelidikan Kejati Sulselbar, potensi kerugian ini terdapat pada harga lampu yang dijual rekanan, yakni Rp 23,5 juta per unit.
”Kami sudah melakukan perbandingan harga di salah satu perusahaan di Surabaya. Untuk lampu dengan kualifikasi hampir sama, harganya di kisaran Rp 11 juta per unit. Artinya, terdapat selisih Rp 12,5 juta per unit. Jika selisih harga ini dikalikan dengan 720 unit pengadaan pada 2016, maka kerugian negara mencapai Rp 9 miliar. Untuk pengadaan 2017 yang mencapai 715 unit, potensi kerugian dari selisih harga mencapai Rp 8,9 miliar,” kata Tarmizi.
Untuk mendalami kasus ini, tambah Tarmizi, pihaknya akan segera memeriksa kedua tersangka. Pendalaman juga dilakukan untuk mencari kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
Asisten Pidana Khusus Kejati Sulselbar Tugas Utoto mengatakan, dalam kasus ini, salah satu tersangka tidak hanya mengarahkan kepala desa untuk membeli pada rekanan yang ditunjuk, tapi juga memfasilitasi pembayaran dilakukan di kantor BPMPD Polewali Mandar.
Perusahaan yang ditunjuk sebagai rekanan juga tidak memiliki kualifikasi teknis ketenagalistrikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 35/2005 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan.
Dari aspek keuntungan juga terjadi pelanggaran Pasal 66 Ayat 8 Peraturan Presiden Nomor 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yakni keuntungan yang wajar adalah 15 persen.