Surabaya memberi contoh memanusiakan pejalan kaki. Trotoar diperluas. Dilengkapi ”pagar” bola beton, tempat sampah, dan bangku besi. Ditambah tim pengawas untuk memastikan aturan tidak dilanggar.
Jalur pedestrian Balai Kota Surabaya bisa dibilang salah satu lokasi terbaik untuk memotret suasana, lanskap, dan manusia. Waktu yang terbaik adalah ketika fajar atau senja saat langit meninggalkan semburat warna-warni. Sementara itu, lampu penanda bertuliskan Balai Kota memancarkan warna merah dan putih, menerangi anak-anak yang bermain dekat air mancur yang muncrat berirama di depan Taman Surya.
Bola-bola beton di trotoar Balai Kota Surabaya, Minggu (12/8/2018), dicat merah putih, selaras warna lampu penanda.
Warna merah putih sesuai warna bendera kita dipilih sebagai warna utama untuk merayakan HUT Ke-73 Republik Indonesia, termasuk di ”Kota Pahlawan”, Surabaya.
Pemerintah kota membuat dan memasang bola-bola beton untuk pelindung hak pejalan kaki. Benda bulat dari adonan semen itu mencegah para pemakai kendaraan nyelonong ke trotoar dan membahayakan pejalan kaki.
Bola-bola beton juga tersebar di sejumlah trotoar di Surabaya. Di Jalan Raya Darmo dan Jalan Urip Sumoharjo, bola-bola beton itu dicat warna-warni. Di trotoar juga ada bangku besi. Terasa nyaman jika kita duduk di bangku yang berada di dekat atau di bawah pohon. Di tempat itu, warga bisa sejenak bersantai menikmati lalu lalang kendaraan dan manusia.
Di trotoar juga disediakan jalur khusus bagi difabel, terutama bagi mereka yang tunanetra dan pengguna kursi roda. Jalur khusus itu bisa dibilang aman. Disterilkan dari tiang listrik, tiang lampu lalu lintas, konstruksi jembatan penyeberangan, kursi, pohon, rambu, ataupun lubang proyek.
Trotoar di Surabaya diupayakan bebas dari pedagang kaki lima ataupun pengasong makanan dan minuman. Meskipun diakui, masih ada satu-dua titik dimanfaatkan oleh pedagang yang kucing-kucingan dengan petugas satuan polisi pamong praja (satpol PP) yang bertugas mengawal ruang publik, termasuk trotoar hingga tengah malam.
Saat trotoar Surabaya ditata ulang serta dilengkapi bangku dan tempat sampah di setiap jarak 50 meter, pedagang kaki lima dan pengasong pun memilih mencari tempat lain untuk berusaha.
Selain pengawasan satpol PP, peran warga menjadi penting. Pedagang kaki lima dan pengasong tak akan berjualan di tempat tak seharusnya jika warga tidak membeli. ”Lha, buat apa jajan di pedagang yang merampas hak pejalan,” kata Setyabudi, warga Tegalsari, Surabaya, yang ditemui pada hari bebas kendaraan bermotor di Jalan Raya Darmo, Rabu (15/8).
”Satpol PP juga rajin obrakan (melakukan penertiban), Mas. Capek kalau kejar-kejaran dengan petugas. Lebih baik jualan di tempat yang dibolehkan untuk berdagang,” kata Supratini, penjual semanggi, makanan khas Surabaya, di Jalan Urip Sumoharjo.
Martabat pejalan kaki
Sikap yang diambil Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tegas, pejalan kaki adalah ”kasta” tertinggi menurut adagium mobilitas. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) melindungi pengguna jalan, termasuk dan terutama pejalan kaki.
Penyerobotan trotoar atau tertabraknya pejalan kaki saat menyeberang di zebra cross alias tempat penyeberangan adalah kejahatan. Manusia beradab adalah mereka yang memahami dan taat hukum. Dalam konteks LLAJ, apa pun alasannya, martabat pejalan kaki harus dipertahankan dan ditinggikan. Jangan ada jalur pedestrian ”dijajah” dan pejalan kaki direndahkan atau dilukai.
Bagi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, membangun dan mempertahankan jalur pedestrian menjadi salah satu program andalan dalam penataan kota.
”Trotoar menjadi ajang mengasah peradaban sekaligus membuka cakrawala pemikiran warga,” kata Risma.
Trotoar tidak sekadar ada, tetapi misinya mengembalikan ”marwah” warganya agar manusianya aktif berjalan untuk menyehatkan jiwa dan raga. Karena itu, pemkot berusaha keras menjamin keselamatan dan keamanan warga saat memanfaatkan trotoar.
Berbagai perbaikan dan penataan ditempuh agar jaringan trotoar di Surabaya menjadi ”surga” bagi pejalan kaki. Jalur pedestrian secara teratur disemprot air dan disikat agar kinclong. Dengan demikian, manusia beradab tak enak hati mengotori trotoar dengan buang sampah sembarangan.
Sepanjang tahun 2010-2017, Pemkot Surabaya membangun lebih dari 60 kilometer trotoar. Panjang jalur pedestrian itu jika dibentangkan setara dengan jarak Surabaya-Pasuruan. Lebar trotoar 3 meter hingga 6 meter.
Antisipasi
Pembangunan trotoar berlapis keramik dilakukan secara bertahap diiringi perbaikan halte bus dan penyediaan lajur sepeda. Pemkot merencanakan segera melengkapi enam lift pada jembatan penyeberangan orang. Semua sarana ini merupakan antisipasi pembangunan transportasi massal berupa trem dan monorel. Trotoar juga bertujuan meningkatkan minat warga berjalan kaki ketimbang naik kendaraan bermotor.
Guna menjamin kenyamanan warga melenggang di trotoar, mulai tahun 2015, Satpol PP Kota Surabaya membentuk tiga tim yang bertanggung jawab menjaga kenyamanan dan keamanan jalur pedestrian. Ketiga tim dinamai Tim Rembug, Tim Odong-odong, dan Tim Undur-undur. Tugas Tim Rembug berpatroli dengan mobil keliling Surabaya untuk mengedukasi warga yang melanggar di trotoar. Tim Odong-odong berkeliling dengan sepeda motor untuk mencegah pelanggaran di trotoar. Tim Undur-undur berpatroli di trotoar dengan bersepatu roda untuk menindak pelanggar di jalur pedestrian.
Ada 70 anggota yang tergabung di ketiga tim. ”Pendekatan secara humanis harus dilaksanakan berkala. Warga butuh pemahaman sehingga edukasi fungsi trotoar jangan pernah berhenti,” kata Kepala Dinas Satpol PP Irvan Widyanto.
Trotoar bersih dengan sarana lengkap mengikis keinginan untuk melanggar. Warga pun berani menegur ”pengganggu”. Di jalur pedestrian, kesetaraan Arek Suroboyo pun terpatri.