JAYAPURA, KOMPAS - DPR Provinsi Papua menemukan ketiadaan stok sejumlah jenis obat serta kerusakan peralatan di Rumah Sakit Dok II Jayapura. Kondisi ini menghambat pelayanan terhadap pasien di rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Papua tersebut.
Hal itu terungkap dari hasil pemantauan Komisi V bidang Kesejahteraan dan Sosial Budaya DPR Provinsi Papua di Rumah Sakit Dok II Jayapura, Senin (20/8/2018). Pantauan dipimpin Ketua Komisi V Yan Mandenas.
Rombongan mengecek beberapa ruang pelayanan di rumah sakit. Di sana ditemukan kerusakan pada dua unit mesin yang berfungsi untuk sterilisasi alat-alat operasi pasien dan satu unit alat pemeriksaan darah.
Akibatnya, sebelum mengoperasi pasien, petugas medis harus mensterilkan alat-alat yang akan digunakan di Rumah Sakit Abepura dan Rumah Sakit Youwari Sentani, Kabupaten Jayapura.
Selain itu, ditemukan 13 jenis obat utama dan sejumlah obat lainnya juga tidak tersedia di rumah sakit itu sejak Januari. Salah satunya obat untuk cuci darah.
Distributor tak mau menyalurkan obat-obatan itu karena pihak rumah sakit belum membayar utangnya. Akibatnya, pasien terpaksa membeli obat di luar rumah sakit berdasarkan resep dokter. ”Kondisi yang terjadi di Rumah Sakit Dok II ini sangat disesalkan. Saat ada kunjungan dari Pemprov Papua dan Kementerian Kesehatan, beberapa waktu lalu, masalah ini tak pernah diungkap,” kata Yan.
Ia menuturkan, Pemprov Papua telah menganggarkan dana untuk pembayaran obat-obatan tersebut. Namun, anggaran tersebut belum dibayarkan kepada distributor obat. ”Kami menduga, ada permainan oleh pihak manajemen. Pihak yang berwenang harus memeriksa penggunaan anggaran di Rumah Sakit Dok II,” ujar Yan.
Ia pun menuntut Pemprov Papua segera merombak manajemen Rumah Sakit Dok II Jayapura. ”Dengan manajemen yang lebih berkompeten, perencanaan dan pengelolaan anggaran rumah sakit akan lebih baik,” kata Yan.
Andrefina Javiera Karma, anggota staf bagian Farmasi Rumah Sakit Dok II Jayapura, mengakui adanya utang rumah sakit itu kepada pihak distributor obat yang belum dibayarkan sejak Januari lalu. Akibatnya, suplai obat pun terhenti sehingga rumah sakit tak memiliki stok. ”Kami bingung, mengapa pihak manajemen belum membayar utang ke distributor. Tahun ini, kami mendapat anggaran (dari pemerintah daerah) senilai Rp 2 miliar,” kata Andrefina.
Berdasarkan data yang dihimpun Kompas, utang pelayanan BPJS Kesehatan dan Kartu Papua Sehat mencapai Rp 600 juta per bulan. Ada tiga distributor obat yang menyuplai ke rumah sakit tersebut.
Pelaksana Tugas Direktur Utama RS Dok II Jayapura Anggiat Situmorang mengakui, terjadi kerusakan alat sterilisasi yang termasuk instrumen operasi. ”Kami telah (melakukan) pengadaan alat itu. Kemungkinan September nanti alat sudah tiba,” ujarnya.
Terkait utang yang belum dibayarkan, menurut Anggiat, ada salah satu bendahara menghilang beberapa bulan lalu. ”Kami juga telah melaporkan bendahara itu kepada polisi untuk mengejarnya,” kata Anggiat.
Untuk pembenahan manajemen, pihaknya akan menggandeng berbagai pihak, seperti Kemenkes dan BPKP. (FLO)