BANDA ACEH, KOMPAS Pemerintah Kota Banda Aceh menyusun peraturan wali kota yang mewajibkan BUMN dan BUMD mempekerjakan 2 persen disabilitas dan 1 persen pekerja disabilitas bagi perusahaan swasta. Meski demikian, forum masyarakat berkebutuhan khusus sangsi aturan itu diterapkan.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengatakan, peraturan wali kota (perwal) dibuat untuk memenuhi hak penyandang disabilitas mendapatkan pekerjaan layak. Selama ini, penyandang disabilitas kerap terpinggirkan dalam dunia kerja.
”Harus mendapat perhatian dari semua institusi sehingga kebutuhan itu terpenuhi,” ujar Aminullah. Pemkot Banda Aceh berharap BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta di Banda Aceh menerima dengan positif aturan tersebut.
Direktur Eksekutif Trade Union Care Center Aceh Habibi Inseun menyambut baik rencana penerbitan perwal tersebut. Artinya, ada langkah maju dari pemerintah dalam pemenuhan hak pekerja disabilitas. Saat ini sangat sedikit peluang bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh pekerjaan di instansi publik.
Habibi menambahkan, di perusahaan, pasti ada pekerjaan yang bisa dikerjakan penyandang disabilitas yang tentu disesuaikan kondisi fisik mereka. Namun, karena selama ini tidak ada aturan, perusahaan cenderung mengabaikan para pekerja disabilitas. Habibi berharap adanya perwal membuka pintu lebih lebar bagi penyandang disabilitas memperoleh pekerjaan layak.
Disambut pesimistis
Ketua Forum Masyarakat Berkebutuhan Khusus Aceh Syarifuddin, Rabu (22/8/2018), di Banda Aceh mengatakan, perwal tidak memiliki kekuatan memaksa badan usaha milik negara (BUMN) mempekerjakan disabilitas minimal 2 persen. ”Wali kota tidak punya kewenangan mengatur BUMN karena itu berada di bawah menteri. Jangan sampai setelah perwal lahir menimbulkan masalah baru,” ujarnya.
Syarifuddin juga pesimistis perusahaan daerah dan perusahaan swasta di Banda Aceh akan melaksanakan perwal mempekerjakan karyawan disabilitas. Meskipun diterapkan, kata Syarifuddin, perusahaan pasti hanya merekrut disabilitas tertentu yang minim risiko.
Namun, Syarifuddin menghargai niat baik pemerintah telah memperjuangkan hak mereka mendapatkan pekerjaan. Selama ini, dari 300 orang lebih penyandang disabilitas di Banda Aceh, yang bekerja di instansi publik masih bisa dihitung jari.
Syarifuddin menambahkan, sebenarnya yang dibutuhkan penyandang disabilitas adalah program kewirausahaan yang terintegrasi. Pemerintah dapat membuka ragam usaha di satu lokasi dengan pekerjanya para penyandang disabilitas.
Sebagai contoh, di lokasi usaha tersebut terdapat jasa cuci kendaraan, penatu (laundry), pijat, dan jasa pangkas. Usaha-usaha itu dijalankan penyandang disabilitas sesuai dengan keahlian mereka. ”Tentu sebelumnya kami harus dilatih dulu,” kata Syarifuddin. (AIN)